A.
KEPEGAWAIAN
I.
C
P N S
Nomor Induk Pegawai
|
Senin, 22 Maret 2010 13:43
|
Pemberian
Nomor Induk Pegawai (NIP)
1. Sebagai nomor identitas Pegawai
Negeri Sipil.
2. Sebagai nomor pensiun
3. Sebagai nomor asuransi social
Pegawai Negeri Sipil (atau nama lain yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Sebagai dasar penyusunan dan
pemeliharaan tata usaha kepegawaian yang teratur
Penetapan
NIP
Penggunaan NIP
|
Kartu Pegawai Negeri Sipil
|
Senin, 22 Maret 2010 14:08
|
Pemberian
Kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG)
Penetapan KARPEG
|
Senin, 22 Maret 2010 14:20
|
Persyaratan membuat KARIS/KARSU
|
KARIS/KARSU
|
TASPEN
|
Senin, 22 Maret 2010 14:31
|
Persyaratan membuat Polis TASPEN
|
ASKES
|
Senin, 22 Maret 2010 14:25
|
Persyaratan Membuat Kartu Askes
|
II.
KENAIKAN
PANGKAT
Kenaikan Pangkat
|
Senin, 22 Maret 2010 16:04
|
Berdasarkan Undang-undang No. 43 tahun 1999 Pasal 18, pemberian kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan.
Untuk lebih menjamin obyektifitas dalam mempertimbangkan dan memberikan kenaikan pangkat, maka perlu ditentukan syarat-syarat keniakan pangkat. syarat-syaratnya antara lain ialah prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, jabatan, latihan jabatan dan syarat-syarat obyektif. Syarat-syarat kenaikan pangkat sebagai tersebut diatas merupakan konsekuensi logis dan prinsip adanya pengkaitan yang erat antara pangkat dan jabatan. Dalam setiap organisasi yang sehat, maka makin tinggi pangkat, makin terbatas jumlahnya, oleh sebab itu Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kemungkinan untuk mencapai pangkat tinggi itu makin terbatas pula. |
III.
PEMBERHENTIAN /
PENSIUN
Pemberhentian/Pensiun
|
Senin, 22 Maret 2010 16:23
|
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk ini setiap Pegawai Negeri Sipil wajib menjadi peserta dari suatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah. Karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tetapi juga adalah sebagai balas jasa, maka Pemerintah memberikan sumbangannya kepada Pegawai Negeri.
Iuran
pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan Pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola
oleh badan asuransi sosial Hak atas pensiun Pegawai (UU No. 11 Tahun 1969
pasal 9). Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil berhak menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya
sebagai pegawai:
Berakhirnya
hak pensiun pegawai (pasal 14 UU No.11/1969)
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan penerima pensiun pegawai yang bersangkutan meninggal dunia. Pembatalan pemberian pensiun pegawai (pasal 15 UU No. 11/1969) Pembayaran pensiun pegawai dihentikan dan surat keputusan tentang pemberhentian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima pensiun pegawai diangkat kembali menjadi pegawai negeri atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun menurut Undang-undang atau peraturan yang sesuai dengan UU. No.11/1969. Pendaftaran isteri/suami/ anak sebagai yang berhak menerima pensiun janda/duda
Persyaratan
Pengurusan Pensiun
Persyaratan
Pengurusan Pensiun Janda / Duda
|
IV.
M U T A S I
Mutasi
|
Senin, 22 Maret 2010 16:37
|
Mutasi
Kepegawaian adalah segala perubahan mengenai seseorang Pegawai Negeri Sipil,
seperti pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, pemensiunan, perubahan
susunan keluarga, dan lain-lain.
Jenis
Mutasi :
|
V.
PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN
Pendidikan dan Pelatihan
|
Senin, 22 Maret 2010 16:40
|
Pendidikan dan pelatihan PNS yang selanjutnya disebut DIKLAT adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil.
Tujuan
Sasaran
Sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. |
VI.
C U T I
A. CUTI TAHUNAN
Cuti Tahunan
|
Senin, 22 Maret 2010 14:42
|
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Tahunan
|
B. CUTI SAKIT
Cuti Sakit
|
Senin, 22 Maret 2010 14:50
|
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Sakit
|
C. CUTI BESAR
Cuti Besar
|
Senin, 22 Maret 2010 14:57
|
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Besar
|
D. CUTI BERSALIN
Cuti Bersalin
|
Senin, 22 Maret 2010 15:03
|
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Bersalin
|
E. CUTI ALASAN PENTING
Cuti Alasan Penting
|
Senin, 22 Maret 2010 15:09
|
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Alasan Penting
|
F. C L T N
Cuti di Luar Tanggungan Negara
|
Senin, 22 Maret 2010 15:14
|
Dasar UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Jo UU No. 43 Tahun 1999, PP No. 24 Tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil, SE Kepala BAKN Nomor 01/SE/1977 Tentang Permintaan dan Pemberian Cuti PNS:
Syarat-syarat Mengajukan Cuti Diluar Tanggungan Negara
|
VII.
D P 3
Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3)
|
Senin, 22 Maret 2010 16:47
|
|||||||||||||||
|
VIII.
D U K
Daftar Urut Kepangkatan
|
Senin, 22 Maret 2010 17:05
|
Daftar urut kepangkatan adalah salah satu bahan obyektif untuk melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, oleh karena Daftar Urut Kepangkatan perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus. Dalam DUK tidak boleh ada 2 (dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor urutnya, maka untuk menetapkan nomor urut yang tepat dalam satu DUK diadakan ukuran secara berturut-turut sebagai berikut :
|
B.
PENGADAAN
PNS
Pengadaan PNS
|
Senin, 22 Maret 2010 17:16
|
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong. Pada umumnya formasi yang lowong disebabkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, pensiun, meninggal dunia atau adanya perluasan organisasi, yang kemudian ditetapkan dalam keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara Karena tujuan pengadaan Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi formasi yang lowong, maka pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus berdasarkan kebutuhan, baik dalam arti jumlah maupun kompetensi jabatan yang diperlukan. Setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Syarat-syarat tersebut tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan, atau Daerah. Pengadaan Pegawai Negeri Sipil hanya diperkenankan dalam batas formasi yang telahditetapkan, dengan memprioritaskan:
Persyaratan
Syarat
yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar untuk menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil:
Catatan: Pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan bagi mereka yang melebihi usia 35 tahun
namun tidak boleh melebihi usia 40 tahun. pengangkatan tersebut dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan secara selektif bagi yang telah
mengabdi pada Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
sekurang-kurangnya 5 tahun terus-menerus sebelum diundangkannya Peraturan
Pemerintah 11 Tahun 2002.
Pengumuman
Setiap pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus diumumkan seluas-luasnya melalui media masa yang tersedia dan/atau bentuk lain yang mungkin digunakan agar diketahui oleh umum. Dengan pengumuman tersebut, di samping untuk memberikan kesempatan yang luas kepada Warga Negara Indonesia, juga lebih memungkinkan bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mencari Calon Pegawai Negeri Sipil yang cakap dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Pengumuman penerimaan pegawai harus sudah dilakukan selambat-lambatnya 15 hari sebelum penerimaan lamaran. Dalam pengumuman dicantumkan antara lain:
Pelamaran
Surat lamaran ditulis tangan sendiri. Surat lamaran ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan dengan melampirkan:
Penyaringan
Penyaringan pelamar dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pemeriksaan administratif dan ujian penyaringan Dalam pemeriksaan administratif, surat lamaran yang diterima diperiksa dan diteliti apakah sesuai dengan persyaratan yang diperlukan. Pemeriksaan surat lamaran secara fungsional oleh pejabat yang diserahi tugas urusan kepegawaian. Surat lamaran yang tidak memenuhi syarat administratif dikembalikan dan disebutkan alasan pengembaliannya. Surat lamaran yang memenuhi Ujian penyaringan. Ujian penyaringan dilaksanakan dengan test kompetensi serta test kepribadian (psikotest). Dalam usaha menjamin obyektivitas penyelenggaraan ujian penyaringan penerimaan pegawai, maka ujian dilaksanakan secara tertulis. Materi test kompetensi disesuaikan dengan kebutuhan persyaratan jabatan, meliputi pengetahuan umum, Bahasa Indonesia, kebijaksanaan pemerintah, pengetahuan teknis, dan pengetahuan lainnya. Materi ujian disusun sedemikian rupa sehingga pelamar yang akan diterima benar-benar mempunyai kecakapan, keahlian, dan/atau keterampilan yang diperlukan. Apabila dipandang perlu dapat diadakan ujian lisan berupa wawancara. Ujian lisan merupakan pelengkap dari ujian tertulis atau sebagai salah satu usaha untuk lebih mengetahui kecakapan pelamar syarat administratif disusun dan ditata secara tertib untuk memudahkan pemanggilan. Ujian keterampilan diadakan bagi pelamar untuk mengisi lowongan tertentu, misalnya untuk pelamar yang akan diangkat menjadi operator komputer atau pengemudi kendaraan bermotor. Ujian kepribadian (psikotest) diadakan untuk mengisi jabatan tertentu untuk mengetahui kepribadian, minat, dan bakat pelamar. Penyelenggaraan psikotest disesuaikan dengan kemampuan instansi masing-masing. Pengumuman Pelamar Yang Diterima Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan pelamar yang diterima berdasarkan jumlah lowongan dan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan. Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk mengumumkan nomor peserta ujian yang diterima melalui media masa atau dalam bentuk lainnya. Di samping pengumuman melalui media masa, kepada pelamar yang diterima disampaikan pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat. Dalam pengumuman dan surat pemberitahuan tersebut diberitahukan kapan, kepada pejabat mana, dan batas waktu untuk melapor. Batas waktu melapor sekurang-kurangnya 14 hari kerja terhitung mulai tanggal dikirimkan surat pemberitahuan tersebut. Apabila pelamar yang dipanggil sampai batas waktu yang ditentukan tidak melapor, maka dianggap mengundurkan diri. Pelamar yang ditetapkan diterima wajib melengkapi dan menyerahkan kelengkapan administrasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk, yaitu:
Khusus bagi yang pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun, harus melampirkan surat keputusan pengangkatan dan surat keterangan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan masih melaksanakan tugasnya pada instansi pemerintah.
Pengangkatan
Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah menyampaikan daftar pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan ditetapkan diterima untuk diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara untuk mendapat Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil menurut tata cara yang ditentukan. Kepala Badan Kepegawaian Negara memberikan NIP bagi yang memenuhi syarat, sebagai dasar bagi Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menetapkan keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Penetapan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan tahun anggaran yang berjalan, yaitu tahun anggaran penetapan formasi, pada tanggal 1 bulan berikutnya setelah pemberian NIP. Dalam hal pemberian NIP pada bulan terakhir tahun anggaran yang berjalan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil berlaku mulai tanggal 1 bulan terakhir tahun anggaran yang bersangkutan, kecuali ada kebijakan lain dari Pemerintah Pusat. Surat keputusan tentang pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil diberikan kepada yang bersangkutan dengan surat ke alamatnya. Selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterimanya surat keputusan, Calon Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus sudah melapor pada satuan unit organisasi. Golongan Ruang Golongan ruang sebagai dasar penggajian pertama ditetapkan berdasarkan ijazah atau surat tanda tamat belajar (STTB) yang dimiliki dan digunakan pada saat melamar menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, yaitu sebagai berikut. Golongan ruang gaji Calon Pegawai Negeri Sipil (menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002).
Ijazah/STTB Yang Diperoleh Di Luar Negeri Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi di luar negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan sekolah atau perguruan tinggi negeri di Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
Penghasilan
Hak atas gaji Calon Pegawai Negeri Sipil adalah sebesar 80 % dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang berlaku mulai yang bersangkutan secara nyata melaksanakan tugasnya yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh kepala kantor atau pimpinan satuan organisasi yang bersangkutan. Calon Pegawai Negeri Sipil yang ditempatkan jauh dari tempat tinggalnya, sudah dianggap nyata melaksanakan tugas sejak ia berangkat menuju ke tempat tugasnya. Calon Pegawai Negeri Sipil yang pada saat pengangkatannya telah memiliki pengalaman atau masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk penetapan gaji pokok adalah:
Masa
Percobaan
Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil diwajibkan menjalani masa percobaan sekurang-kurangnya selama 1 tahun dan paling lama 2 tahun. Calon Pegawai Negeri Sipil yang selama menjalani masa percobaan dinyatakan cakap diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tidak cakap maka diberhentikan dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalani masa percobaan sekurang-kurangnya 1 tahun dan paling lama 2 tahun, diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila memenuhi syarat berikut:
Calon
Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan keputusan
Pejabat Pembina Kepegawaian dan diberikan pangkat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan gaji pokok sesuai dengan golongan dan
ruang penggajiannya.
Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalani masa percobaan lebih dari 2 tahun dan telah memenuhi syarat menurut ketentuan yang berlaku, tetapi karena sesuatu sebab belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, maka hanya dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila alasannya bukan karena kesalahan yang bersangkutan. Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat yang telah menjalani masa percobaan lebih dari 2 tahun ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang telah menjalani masa percobaan lebih dari 2 tahun ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara. Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara dinyatakan tewas atau cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi disemua jabatan negeri, dengan keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara atau Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil
Calon
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat apabila:
Satu
bulan setelah diterimanya keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri
Sipil tidak melapor dan melaksanakan tugas, kecuali bukan karena kesalahan
yang bersangkutan.
Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
Pemberhentian
Calon Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina
Kepegawaian yang bersangkutan
Bahan Bacaan:
|
C.
FORMASI
PNS
Formasi PNS
|
Selasa, 23 Maret 2010 10:31
|
formasi Pegawai Negeri Sipil adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi Negara mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi. Formasi ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macam-macam pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan. Analisis Kebutuhan Pegawai Analisis kebutuhan pegawai merupakan dasar bagi penyusunan formasi. Analisis kebutuhan pegawai adalah suatu proses perhitungan secara logis dan teratur dari segala dasar-dasar/faktor-faktor yang ditentukan untuk dapat menentukan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugasnya secara berdayaguna, berhasil guna dan berkelanjutan Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan:
Jenis pekerjaan Jenis pekerjaan adalah macam-macam pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu satuan organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya, misalnya pekerjaan pengetikan, pemeriksaan perkara, penelitian, perawatan orang sakit, dan lain-lain.
Sifat
pekerjaan
Sifat pekerjaan adalah pekerjaan yang berpengaruh dalam penetapan formasi, yaitu sifat pekerjaan yang ditinjau dari sudut waktu untuk melaksanakan pekerjaan itu. Ada pekerjaan-pekerjaan yang cukup dilaksanakan selama jam kerja saja, misalnya pekerjaan tata usaha, tetapi ada pula pekerjaan yang hams dilakukan selama 24 jam penuh, misalnya pemadam kebakaran, tenaga medis dan para medis di rumah-rumah sakit pemerintah.
Analisis
beban kerja dan perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu tertentu
Analisis beban kerja dalam jangka waktu tertentu, adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dari masing-masing organisasi, misalnya berapa banyaknya pekerjaan pengetikan surat atau naskah lainnya yang harus dibuat oleh suatu satuan organisasi dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu tertentu, adalah kemampuan seorang pegawai untuk menyelesaikan jenis pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan beban kerja dan perkiraan kapasitas pegawai dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau pengalaman.
Prinsip
pelaksanaan pekerjaan
Prinsip pelaksanaan pekerjaan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan formasi pegawai. Misalnya, apabila pekerjaan membersihkan ruangan atau merawat pekarangan harus dikerjakan sendiri oleh satuan organisasi yang bersangkutan, maka harus diangkat pegawai untuk pekerjaan-pekerjaan itu, akan tetapi kalau pekerjaan membersihkan ruangan dan merawat pekarangan diborongkan kepada pihak ketiga, maka tidak perlu mengangkat pegawai untuk pekerjaan itu. Peralatan yang tersedia Peralatan yang tersedia atau yang diperkirakan akan tersedia dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai tugas pokok akan mempengaruhi jumlah dan rnutu pegawai yang diperlukan. Pada umumnya semakin tinggi mutu peralatan kerja yang ada dan tersedia dalam jumlah yang memadai akan mengurangi jumlah pegawai yang diperlukan.
Penetapan
Formasi
Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:
Formasi
Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah
Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari
Kepala Badan Kepegawaian Negara atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian
Pusat.
Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara berdasarkan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang dikoordinasikan oleh Gubernur. Formasi yang telah ditetapkan berlaku dalam tahun anggaran yang bersangkutan, sehingga lowongan formasi yang tidak diisi pada tahun anggaran yang bersangkutan, tidak dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Dalam menetapkan formasi untuk setiap tahun anggaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Analisis Jabatan Analisis kebutuhan pegawai dapat diperoleh melalui analisis jabatan. Analisis jabatan adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menilai, dan mengorganisasikan informasi tentang jabatan. Analisis jabatan meliputi:
Kemampuan Keuangan Negara Faktor kemampuan keuangan negara adalah faktor penting yang selalu harus diperhatikan dalam penentuan formasi Pegawai Negeri Sipil. Walaupun penyusunan formasi telah sejauh mungkin ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan pegawai seperti diuraikan terdahulu, akan tetapi apabila kemampuan keuangan negara masih terbatas, maka penyusunan formasi tetap harus didasarkan kemampuan keuangan negara yang tersedia.
Formasi
Pegawai Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri
Pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dipekerjakan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (home staff) dan tenaga kerja warga negara setempat (local staff). Penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil di luar negeri bagi instansi yang memiliki perwakilan di luar negeri harus memperhatikan pula pertimbangan dari Menteri Luar Negeri. Bahan Bacaan: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil. 3. Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 26 Tahun 2004 Tanggal 6 Mei 2004 4. Keputusan Presiden yang mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi yang bersangkutan. |
D.
LARANGAN
MENJADI ANGGOTA
PARTAI.
Larangan Menjadi Anggota Partai
|
Selasa, 23 Maret 2010 11:03
|
Pegawai
Negeri Sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan
dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua
golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Upaya menjaga netralitas dari pengaruh partai
politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai
Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada
tugas yang dibebankan kepadanya.
Undang-undang
Nomor 43 Tahun 1999 dengan tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi
anggota partai politik dan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004
ditetapkan larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Pengurus Partai
Politik. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil yang
menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik diberhentikan sebagai
Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat
atau tidak dengan hormat Pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota/dan atau pengurus partai
politik harus mengajukan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pengunduran diri tersebut disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian. Tembusan pengunduran diri disampaikan kepada: atasan langsung
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV, pejabat
yang bertangggung jawab di bidang kepegawaian, pejabat yang bertanggung jawab
di bidang keuangan.
Kewajiban
atasan dan pejabat Atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tempo
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat
pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil wajib menyampaikan pertimbangan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian wajib
mengambil keputusan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja
sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
tersebut. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima
surat pengunduran diri tersebut atasan langsung tidak menyampaikan pertimbangan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, maka selambat-lambatnya 20 (dua puluh)
hari kerja sejak diterimanya surat pengunduruan diri keputusan pemberhentian
dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Apabila
dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri
Pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran
diri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tersebut dianggap dikabulkan.
Pejabat Pembina Kepegawaian sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian
sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya 30
(tigapuluh) hari sejak pengunduran diri dianggap dikabulkan. Pemberhentian
sebagai Pegawai Negeri Sipil Tata cara pemberhentian:
Penangguhan
Pemberhentian Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran
diri ditangguhkan, apabila:
Penangguhan
pemberhentian yang disebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih
dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang, atau karena yang bersangkutan
sedang mengajukan upaya banding kepada BAPEK seperti dimaksud di atas
dilakukan sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Penangguhan pemberhentian yang bersangkutan masih mempunyai tanggung
jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai
Negeri Sipil lainnya dilakukan untuk paling lama 6 (enam) bulan. Dalam hal
pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri ditangguhkan, maka
Pejabat Pembina Kepegawaian harus memberikan alasan secara tertulis mengenai
penangguhan tersebut. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan
wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain serendah-rendahnya pejabat
struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Hak-hak Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat atau
diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Negeri Sipil diberikan hak-haknya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahan
bacaan:
|
E.
PERNIKAHAN PNS
Pernikahan PNS
|
Selasa, 23 Maret 2010 11:26
|
Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin
dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa.
Perceraian
hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil sebagai
unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat harus menjadi teladan yang baik bagi
masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil dan pejabat yang tidak
menaati atau melanggar ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian
Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin.
Untuk
kepentingan penyelenggaraan sistem informasi kepegawaian, setiap perkawinan,
perceraian, dan perubahan dalam susunan keluarga Pegawai Negeri Sipil harus
segera dilaporkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut tata cara
yang ditentukan. Perkawinan Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan
perkawinan wajib segera melaporkan perkawainannya kepada pejabat. Laporan
perkawinan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya l (satu) tahun
terhitung mulai tanggal pernikahan. Ketentuan tersebut di atas juga berlaku
untuk janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan kembali atau
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan dengan isteri kedua, ketiga,
atau keempat.
Catatan: Yang dimaksud dengan pejabat
ialah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan
Pegawai Negeri Sipil, atau pejabat lain yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku memiliki wewenang memberikan atau menolak
permintaan izin perkawinan atau perceraian Pegawai Negeri Sipil.
Perceraian
Untuk
dapat melakukan perceraian, Pegawai Negeri Sipil yang hendak bercerai harus
memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Pegawai Negeri Sipil
hanya dapat melakukan perceraian apabila terdapat alasan-alasan sebagai
berikut.
Surat
permintaan izin perceraian diajukan kepada pejabat melalui saluran hirarki.
Permintaan izin perceraian harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih
bahan pembuktian mengenai alasan-alasan untuk melakukan perceraian seperti
tersebut di atas.
Kewajiban
Atasan
Setiap
atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian harus berusaha lebih
dahulu merukunkan kembali suami isteri yang hendak bercerai tersebut. Apabila
usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan izin perceraian
tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki dengan disertai pertimbangan
tertulis. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan
obyektif suami isteri tersebut dan memuat saran-saran sebagai bahan
pertimbangan bagi pejabat untuk mengambil keputusan.
Setiap
atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian, wajib menyampaikannya
kepada pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima surat permintaan izin perceraian. Setiap pejabat harus mengambil
keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia
menerima surat permintaan izin perceraian tersebut. Kewajiban Pejabat Sebelum
mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami
isteri yang akan bercerai dengan cara memanggil mereka, baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri. Apabila tempat suami isteri yang bersangkutan jauh dari
kedudukan pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain
dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan suami isteri itu.
Apabila
dipandang perlu pejabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang
dipandang mengetahui keadaan suami isteri yang bersangkutan. Apabila usaha
merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan tidak berhasil, maka
pejabat mengambil keputusan atas permintaan izin perceraian. Dalam mengambil
keputusan pejabat mempertimbangkan dengan seksama, alasan-alasan yang
diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin
perceraian, pertimbangan atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serta
keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri
tersebut.
Permintaan
izin untuk bercerai diberikan, apabila :
Penolakan
atau pemberian izin untuk melakukan perceraian dinyatakan dengan surat
keputusan pejabat. Pegawai Negeri Sipil menerima gugatan cerai, melaporkan
adanya gugatan perceraian tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki
selambat-lambatnya 6 (enam ) hari setelah menerima surat gugatan percerai.
Atasan dan pejabat yang menerima laporan gugatan perceraian berusaha
merukunkan kembali suami istri yang hendak bercerai tersebut. Apabila usaha
untuk merukunkan kembali suami istri tidak berhasil, maka pejabat
mengeluarkan surat keterangan untuk melakukan perceraian Pegawai Negeri Sipil
yang menerima surat izin cerai atau surat keterangan untuk melakukan
perceraian, apabila telah melakukan perceraian wajib melaporkan perceraian
tersebut selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal perceraian
tersebut.
Pembagian
Gaji Akibat Perceraian
Apabila
perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib
menyerahkan sepertiga gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan sepertiga
gajinya untuk anak-anaknya. Apabila pernikahan mereka tidak dikaruniai anak,
maka setengah dari gajinya diserahkan kepada isterinya. Apabila perceraian
terjadi atas kehendak suami isteri, maka pembagian gaji dilaksanakan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak yang bercerai. Bekas isteri berhak atas bagian
gaji walaupun perceraian terjadi atas kehendak isteri (Pegawai Negeri Sipil
pria menjadi pihak tergugat) apabila alasan perceraian tersebut adalah karena
dimadu, atau karena Pegawai Negeri Sipil pria melakukan zina, melakukan
kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabok/ pemadat/penjudi, atau
meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah.
Pembagian gaji seperti tersebut diatas tidak harus dilaksanakan apabila
alasan perceraian karena pihak isteri melakukan zina, melakukan kekejaman
atau penganiayaan, menjadi pemabok/pemadat/ penjudi, dan atau meninggalkan
suami selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah.
Apabila
bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembagian gaji dihentikan
terhitung mulai bulan berikutnya bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi.
Agar supaya pembagian gaji seperti tersebut benar-benar dilaksanakan, maka
pejabat wajib mengatur tata cara penyerahan bagian gaji kepada masing-masing
pihak yang berhak melalui saluran dinas. Pegawai Negeri Sipil pria yang
menolak melakukan pembagian gaji menurut ketentuan yang berlaku dan atau
tidak mau menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian dijatuhi
hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai
Negeri Sipil Pria Yang Akan Beristeri Lebih Dari Seorang
Undang-undang
Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut azas monogami, yaitu seorang
pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai
seorang suami. Namun hanya apabila dipenuhi persyaratan tertentu dan
diputuskan oleh Pengadilan seorang pria dimungkin-kan beristeri lebih dari
seorang, apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri
lebih dari seorang wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat.
Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan apabila
memenuhi syarat-syarat alternatif dan syarat-syarat kumulatif sebagai
berikut. Syarat alternatif, yaitu :
Syarat
kumulatif, yaitu :
Izin
untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh pejabat apabila
dipenuhi sekurang-kurangnya satu dari semua syarat alternanif, dan semua
syarat kumulatif yang ada. Pejabat yang menerima permintaan izin untuk
beristeri lebih dari seorang wajib memperhatikan dengan saksama alasan-alasan
yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan atasan Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan
tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan
dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari
pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
Sebelum mengambil keputusan, pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat
Permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang ditolak apabila:
Penolakan
atau pemberian izin untuk beristeri lebih dari seorang dinyatakan dengan
surat keputusan pejabat.
Pegawai
Negeri Sipil Wanita Tidak Diizinkan Menjadi Isteri Kedua/Ketiga/Keempat.
Pegawai
Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua, ketiga, atau
keempat dari seorang pria yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil,
maupun seorang pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Seorang wanita yang
berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat tidak dapat melamar menjadi
calon Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil wanita yang setelah
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ternyata berkedudukan
sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin berupa
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai
Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan Tertentu Pegawai Negeri Sipil yang akan
melakukan perceraian dan Pegawai Negeri Sipil Pria yang akan menikah lebih
dari seorang yang berkedudukan sebagai:
Hidup
Bersama Di Luar Ikatan Perkawinan Yang Sah
Pegawai
Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah. Yang
dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan
hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau pria
yang bukan suaminya seolah-olah merupakan suatu rumah tangga. Setiap pejabat
yang mengetahui atau menerirna laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah,
wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diperiksa.
Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk
olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Apabila dari hasil
pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memang
benar melakukan hidup bersama di luar ikatanperkawinan yang sah, maka Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi Pegawai Negeri Sipil dan atau
atasan/pejabat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil, apabila melakukan satu atau lebih perbuatan sebagai berikut.
Laporan
Mutasi Keluarga
Mutasi
keluarga adalah semua perubahan yang terjadi pada susunan keluarga Pegawai
Negeri Sipil yang meliputi perkawinan, perceraian, kelahiran anak, kematian
suami/isteri, dan kematian anak Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil
wajib melaporkan setiap mutasi keluarga kepada pejabat. Dalam rangka
penyelenggara-an dan pemeliharaan manajemen informasi kepegawaian setiap
pejabat wajib melaporkan setiap mutasi keluarga Pegawai Negri Sipil kepada
Kepala Badan Kepegawaian Negara. Kartu Isteri/Suami Kepada setiap isteri
Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Isteri disingkat KARIS, dan kepada
setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suarni disingkat KARSU.
KARIS/KARSU adalah kartu identitas isteri/suami sah dari Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan. KARIS/KARSU berlaku selama pemegangnya menjadi
isteri/suami sah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. KARIS/KARSU Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974
yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditetapkan oleh
Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pendelegasian Wewenang Pejabat dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungannya
serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu mengenai
penolakan atau pemberian izin atau surat keterangan untuk melakukan
perceraian atau beristeri lebih dari seorang bagi Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d ke bawah dan yang setingkat
dengan itu.
Bahan
bacaan :
|
F.
KENAIKAN
PANGKAT PNS
Kenaikan Pangkat PNS
|
Selasa, 23 Maret 2010 11:39
|
Pangkat
adalah kedudukan yang M menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan
sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan
atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara,
serta sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan
prestasi kerja dan pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat dapat dirasakan
sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus diberikan tepat pada
waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang
Pegawai Negeri Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri
Sipil sebagai berikut:
No,Pangkat,Golongan
Ruang :
Setiap
pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negeri Sipil / PNS
baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai
atau NIP yang berjumlah 18 dijit angka, golongan dan pangkat sesuai dengan
tingkat pendidikan yang diakui sebagai mana berikut di bawah ini :
Periode
kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1
Oktober setiap tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat
pengabdian. Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai Negeri Sipil
dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Kenaikan
pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem
kenaikan pangkat pilihan. Kenaikan Pangkat Reguler Kenaikan pangkat reguler
diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak menduduki jabatan struktural
atau jabatan fungsional tertentu dan diberikan sepanjang tidak melampaui
pangkat atasan langsungnya. Kenaikan pangkat reguler ini diberikan
sekurang-kurangnya telah 4 tahun dalam pangkat terakhir dan pangkat
tertingginya ditentukan oleh pendidikan tertinggi yang dimilikinya.
Kenaikan
pangkat reguler juga diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang:
Kenaikan
pangkat reguler tertinggi diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil sampai dengan
pangkat:
Kenaikan
pangkat pilihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural,
jabatan fungsional tertentu, atau jabatan tertentu yang pengangkatannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden, diberikan dalam batas jenjang pangkat
yang ditentukan untuk jabatan yang bersangkutan.
Kenaikan
pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dapat diberikan kenaikan
pangkat pilihan apabila:
Pegawai
Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih 1 tingkat
dibawah jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dapat
dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi, apabila:
Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural dan pangkatnya masih satu
tingkat di bawah janjang pangkat terendah yang ditetapkan bagi jabatan yang
didudukinya, tetapi telah 4 tahun atau lebih dalam pangkatnya yang terakhir,
dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya setingkat lebih tinggi pada periode
kenaikan pangkat berikutnya setelah ia dilantik dalam jabatannya itu, apabila
setiap unsur penilaian prestasi kerja (DP-3) sekurang-kurangnya bernilai baik
dalam 2 tahun terakhir.
Kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional tertentu dapat
dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi apabila:
Kenaikan
pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan tertentu yang
pengangkatannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden diatur dengan peraturan
perundang-undangan tersendiri, misalnya jabatan hakim pengadilan.
Kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa
baiknya Pegawai Negeri Sipil yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa
baiknya selama 1 tahun terakhir, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih
tinggi apabila:
Prestasi
kerja luar biasa adalah prestasi kerja yang sangat menonjol yang secara nyata
diakui dalam lingkungan kerjanya, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan secara nyata menjadi teladan bagi pegawai lainnya. Penilaian
prestasi kerja luar biasa baiknya dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh
pejabat pembina kepegawaian. Prestasi kerja luar biasa baiknya dinyatakan
dalam surat keputusan yang ditandatangani sendiri oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian. Penetapan prestasi kerja luar biasa baiknya tidak dapat
didelegasikan kepada pejabat lain. Kenaikan pangkat karena Pegawai Negeri
Sipil menunjukan prestasi kerja luar biasa baiknya diberikan tanpa terikat
jenjang pangkat dan/atau ketentuan ujian dinas.
Bagi
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi pejabat negara tetapi diberhentikan dari
jabatan organiknya, tidak dapat diberikan kenaikan pangkat karena prestasi
kerja luar biasa baiknya berdasarkan jabatan organik yang didudukinya; dengan
ketentuan :
Kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh STTB/ljazah/Diploma Pegawai
Negeri Sipil yang memperoleh :
Ijazah
sebagaimana dimaksud adalah ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan
tinggi negeri dan/atau ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan
tinggi swasta yang telah diakreditasi dan/atau telah mendapat izin
penyelenggaraan dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendidikan
nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan Ijazah yang diperoleh dari
sekolah atau perguruan tinggi di luar negeri hanya dapat dihargai apabila
telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan ijazah dari sekolah atau
perguruan tinggi negeri yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab
di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
Kenaikkan
pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh Surat Tanda Tamat
Belajar/Ijazah/ Diploma dapat dipertimbangkan setelah memenuhi syarat sebagai
berikut:
Bagi
Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki surat tanda tamat belajar/ijazah
yang diperoleh sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil, berlaku ketentuan mengenai kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri
Sipil yang memperoleh surat tanda tamat belajar/ijazah atau diploma. Ujian
penyesuaian ijazah bagi Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh
STTB/ljazah/Diploma Ujian kenaikan pangkat penyesuaian ijazah berpedoman
kepada materi ujian penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan
tingkat ijazah yang diperoleh dan substansi yang berhubungan dengan tugas
pokoknya. Pelaksanaan ujian kenaikan pangkat tersebut diatur lebih lanjut
oleh instansi masing-masing. Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
melaksanakan tugas belajar Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk
mengikuti tugas belajar merupakan tenaga terpilih yang dipandang cakap dan
dapat dikembangkan untuk menduduki suatu jabatan, oleh sebab itu selama
mengikuti tugas belajar wajib dibina kenaikan pangkatnya.
Pegawai Negeri Sipil yang sedang
melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau
jabatan fungsional tertentu diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat
lebih tinggi, apabila:
Kenaikkan
pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas belajar, baru dapat
diberikan apabila:
Kenaikan
pangkat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan/diperbantukan secara penuh
diluar instansi induknya. Yang dimaksud dipekerjakan/diperbantukan secara
penuh diluar instansi induknya dalam ketentuan ini adalah
dipekerjakan/diperbantukan secara penuh pada negara sahabat atau badan
internasional dan badan lain yang ditentukan pemerintah, antara lain
perusahaan jawatan, Palang Merah Indonesia, rumah sakit swasta, badan-badan
sosial, dan lembaga pendidikan.
Pegawai
Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan di luar instansi induknya
dan diangkat dalam jabatan pimpinan yang ditetapkan persamaan eselonnya,
dapat diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi, apabila
:
Kenaikan
Pangkat Anumerta Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas, diberikan
kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi.
Dalam
ketentuan ini yang dimaksud dengan tewas adalah:
Kenaikan
pangkat anumerta ditetapkan berlaku mulai tanggal, bulan dan tahun Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan tewas. Pemberian kenaikan pangkat anumerta
harus diusahakan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas dimakamkan dan surat
keputusan kenaikan pangkat anumerta tersebut hendaknya dibacakan pada waktu
upacara pemakaman. Untuk menjamin agar pemberian kenaikan pangkat anumerta
dapat diberikan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas itu dimakamkan, maka
ditetapkan keputusan sementara. Pejabat yang berwenang menetapkan keputusan
sementara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian instansi masing-masing untuk
Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas dalam pangkat Pembina Utama
golongan ruang IV/e ke bawah. Apabila tempat kedudukan Pejabat Pembina
Kepegawaian tersebut jauh dari instansi tempat bekerja Pegawai Negeri Sipil
yang tewas sehingga tidak memungkinkan diberikan kenaikan pangkat anumerta
sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas itu dimakamkan, camat atau pejabat
pemerintah setempat lainnya misalnya kepolisian setempat atau kepala sekolah
negeri, dapat menetapkan keputusan sementara. Kepala kantor atau pimpinan
unit kerja membuat laporan tentang tewasnya Pegawai Negeri Sipil sebagai
bahan penetapan keputusan sementara oleh camat atau pejabat lainnya.
Berdasarkan laporan tersebut camat atau pejabat pemerintah setempat lainnya
mempertimbangkan pemberian kenaikan pangkat anumerta, dan apabila menurut
pendapatnya memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, maka pejabat tersebut menetapkan keputusan sementara tentang
pemberian kenaikan pangkat anumerta. Pejabat yang menetapkan keputusan
sementara tersebut diatas, selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja wajib
melaporkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian instansi Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan. Berdasarkan bahan-bahan kelengkapan administrasi yang
disampaikan oleh pejabat yang menetapkan keputusan sementara tersebut, maka
Pejabat Pembina Kepegawaian mempertimbangkan penetapan keputusan sementara
kenaikan pangkat anumerta tersebut.
Apabila
terdapat alasan yang cukup untuk pemberian kenaikan pangkat anumerta maka Pejabat
Pembina Kepegawaian menyampaikan usul kepada:
Apabila
almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dinyatakan tewas
karena benar terbukti bahwa ia meninggal dunia dalam dan karena dinas, maka
keputusan sementara tentang pemberian kenaikan pangkat anumerta ditetapkan
menjadi keputusan definitif oleh pejabat yang berwenang yaitu:
Apabila
almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ternyata tidak
memenuhi syarat untuk dinyatakan tewas, maka keputusan sementara tentang pemberian
kenaikan pangkat anumerta tersebut tidak dapat ditetapkan menjadi keputusan
definitif oleh pejabat yang berwenang, dan keputusan sementara tersebut tidak
berlaku untuk mengurus hak-hak kepegawaiannya. Dalam hal yang bersangkutan
tersebut di atas tidak memenuhi syarat untuk mendapat kenaikan pangkat
anumerta tetapi memenuhi syarat untuk mendapat kenaikan pangkat pengabdian
karena meninggal dunia, dapat diberikan kenaikan pangkat pengabdian dengan
keputusan pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Keputusan kenaikan pangkat anumerta membawa akibat kenaikan gaji
pokok, dengan demikian pensiun pokok bagi janda/duda Pegawai Negeri Sipil
yang tewas didasarkan kepada gaji pokok dalam pangkat anumerta. Calon Pegawai
Negeri Sipil yang tewas diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai
awal bulan yang bersangkutan tewas dan diberikan kenaikan pangkat anumerta
serta diberikan hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan yang berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas. Kenaikan Pangkat Pengabdian
Kenaikan
pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan kepada:
Pegawai
Negeri Sipil yang meninggal dunia atau akan diberhentikan dengan hormat
dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun dapat diberikan
kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi apabila:
Masa
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil secara terus menerus yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah masa kerja yang dihitung sejak diangkat menjadi Calon
Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil sampai dengan yang bersangkutan
meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun dan tidak terputus starusnya
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Kenaikan
pangkat pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai
batas usia pensiun tersebut ditetapkan dengan :
Kenaikan
pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, ditetapkan sekaligus dalam
keputusan pemberhentian dengan hak pensiun Pegawai Negeri Sipil tersebut.
Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia
berlaku terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
meninggal dunia. Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil yang
mencapai batas usia pensiun berlaku terhitung mulai tanggal 1 pada bulan yang
bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun.
Pegawai
Negeri Sipil yang oleh tim penguji kesehatan dinyatakan cacat karena dinas
dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diberikan kenaikan
pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi. Dalam ketentuan ini yang dimaksud
dengan cacat karena dinas adalah:
Kenaikan
pangkat pengabdian yang disebabkan cacat karena dinas, berlaku mulai tanggal
yang bersangkutan oleh tim penguji kesehatan dinyatakan cacat karena dinas
dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri. Calon Pegawai Negeri
Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak
dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil, diberikan kenaikan pangkat pengabdian berlaku terhitung mulai
tanggal 1 pada bulan yang bersangkutan dinyatakan cacat karena dinas dan
tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, dan diberhentikan dengan
hormat dengan hak pensiun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kepala Badan Kepegawaian Negara atas usul Pejabat Pembina
Kepegawaian yang bersangkutan menetapkan pengangkatan Calon Pegawai Negeri
Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil sekaligus pemberian kenaikan pangkat
pengabdian dan pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
dengan hak pensiun. Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan cacat dalam dan
karena dinas dan tidak dapat dipekerjakan lagi dalam semua jabatan negeri
diberikan pensiun sebesar yang tertinggi bagi PNS sebesar 75 % dari dasar
pensiun (gaji pokok) dan disamping itu diberikan tunjangan cacat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tunjangan
cacat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1981
tiap bulan adalah :
Dalam
hal terjadi beberapa cacat sebagaimana dimaksud maka besarnya tunjangan cacat
ditetapkan dengan menjumlahkan persentase dari tiap cacat, dengan ketentuan
paling tinggi 100% dari gaji pokok Ujian Dinas Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d dan Penata Tingkat I
golongan ruang III/d untuk dapat dinaikkan pangkatnya, disamping memenuhi
syarat yang ditentukan, harus lulus ujian dinas, kecuali ditentukan lain
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ujian dinas
tingkat I untuk kenaikan pangkat dari Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d
menjadi Penata Muda golongan ruang III/a. Ujian dinas tingkat II untuk
kenaikan pangkat dari Penata Tingkat I golongan ruang III/d menjadi Pembina
golongan ruang IV/a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah melaksanakan ujian dinas bagi Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan masing-masing.
Pegawai
Negeri Sipil yang dikecualikan dari ujian dinas untuk kenaikan pangkat pindah
golongan karena:
Bahan Bacaan:
|
G.
DISIPILIN PNS
Disiplin PNS
|
Selasa, 23 Maret 2010 11:44
|
Pembinaan
Disiplin
Keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh
dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi
aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan,
kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban,
dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan
negara dan masyarakat.
Dalam
Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa
"Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil".
Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai
kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan
dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang "Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil". Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
Kewajiban
Pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 mengatur kewajiban-kewajiban yang
harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut. Setiap
Pegawai Negeri Sipil wajib,
Larangan
Dalam Pasal 3 ayat (1) diatur larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar
oleh Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut. Setiap Pegawai Negeri Sipil
dilarang,
Pembatasan
Berusaha
Menurut
ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, Pegawai
Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah
yang akan melakukan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan, menjadi
direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta, wajib mendapat izin
tertulis dari pejabat yang berwenang.
Untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dagang, menjadi direksi, pimpinan atau
komisaris perusahaan swasta tersebut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang.
Permintaan
izin melakukan usaha dagang akan ditolak oleh pejabat yang berwenang, apabila
kegiatan usaha dagang tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan, atau dapat menurunkan atau mencemarkan
kehormatan Pegawai Negeri Sipil.
Pelanggaran
Disiplin
Pelanggaran
disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil
yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik di
dalam maupun di luar jam kerja.
Pegawai
Negeri Sipil dinyatakan melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut secara sah
terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau larangan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
Keterangan
:
*
Ucapan, adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar
oleh orang lain seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon,
radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya,
*Tulisan,
adalah pernyataaan pikiran dan atau perasaaan secara tertulis baik dalam
bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dann lain-lain
yang serupa dengan itu
*Perbuatan,
adalah setiap tingakh laku, sikap, atau tindakan.
Pegawai
Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran dsiiplin dijatuhi hukuman disiplin
menurut ketentuan yang berlaku oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Hukuman
Disiplin
Hukuman
disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil
karena melangar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tingkat hukuman
disiplin adalah,
Jenis
hukuman disiplin adalah sebagai berikut.
Setiap
hukuman disiplin dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sesuai tata
cara tersebut dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara
Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil. Pejabat Yang Berwenang Menghukum Pejabat yang berwenang
menghukum adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin.
Ketentuan mengenai pejabat yang berwenang menghukum diatur dalam Pasal 7
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, maka pejabat yang berwenang menjatuhkan
hukuman disiplin adalah sebagai berikut.
Pendelegasian
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin
Untuk
lebih menjamin daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pelaksanaan
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka Pejabat Pembina Kepegawaian
Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dapat mendelegasikan sebagian
wewenang penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat lain di lingkungan
masing-masing, kecuali mengenai hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang
berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah.
Pendelegasian
wewenang menjatuhkan hukuman disiplin dilaksanakan dengan surat keputusan
Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.
Penjatuhan
Hukuman Disiplin
Tujuan
hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil
yang melakukan pelanggaran disiplin, oleh sebab itu setiap pejabat yang
berwenang menghukum sebelum menjatuhkan hukuman disiplin harus memeriksa
lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Pemeriksaan
Pelanggaran Disiplin
Terhadap
Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin diadakan
pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran disiplin.
Pemeriksaan
juga bertujuan untuk mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong
pelanggaran disiplin tersebut. Pemeriksaan dilaksanakan sendiri oleh pejabat
yang berwenag menghukum.
Kewajiban
melapor
Apabila
pejabat pada waktu memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran disiplin berpendapat, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan-nya
hukuman disiplin yang wajar dijatuhkan adalah di luar wewenangnya, maka
pejabat tersebut wajib melaporkan hal itu kepada pejabat yang berwenang
menghukum yang lebih tinggi melalui saluran hirarki.
Laporan
tersebut disertai dengan hasil-hasil pemeriksaan dan bahan-bahan lain yang
diperlukan. Pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi wajib
memperhatikan dan mengambil keputusan atas laporan itu.
Keputusan
Hukuman Disiplin
Sebelum
menetapkan keputusan penjatuhan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang
menghukum wajib mempelajari dengan saksama laporan hasil pemeriksaan
pelanggaran disiplin.
Hukuman
disiplin harus setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan dan harus
dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang
berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran
disiplin, terhadap-nya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin.
Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang
kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya
dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir
yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Hukuman
disiplin yang berupa "tegoran lisan" disampaikan secara lisan oleh
pejabat yang berwenang menghukum.
Hukuman
disiplin berupa "tegoran tertulis", rnyataan tidak puas secara
tertulis", "penundaan kenaikan gaji berkala", "penurunan
gaji", "penundaan kenaikan pangkat", "penurunan
pangkat", "pembebasan dari jabatan", "pemberhentian
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri
Sipil", dan "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil" ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang
menghukum.
Penyampaian
keputusan hukuman disiplin
Pegawai
Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dipanggil untuk menerima
keputusan hukuman disiplin pada waktu dan tempat yang ditentukan. Keputusan
hukuman disiplin disampaikan secara langsung oleh pejabat yang berwenang
menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin.
Penyampaian
keputusan hukuman disiplin tersebut dapat dihadiri pegawai lain, dengan
ketentuan bahwa pangkat dan jabatan pegawai yang hadir tidak boleh lebih
rendah dari pangkat dan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman
disiplin.
Hukuman
disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden disampaikan oleh pimpinan
instansi tempat Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin bekerja.
Keberatan
Terhadap Hukuman Disiplin
Pegawai
Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dapat mengajukan keberatan atas
keputusan hukuman disiplin, kecuali terhadap hukuman disiplin tingkat ringan
dan hukuman disiplin berupa "pembebasan dari jabatan".
Keberatan
terhadap keputusan hukuman disiplin disampaikan secara tertulis kepada atasan
pejabat yang berwenang menghukum, yaitu atasan langsung pejabat yang
berwenang menghukum, melalui saluran hirarkhi selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari terhitung mulai tanggal penyampaian keputusan hukuman disiplin.
Setiap
atasan yang menerima keberatan terhadap hukuman disiplin wajib meneruskan
keberatan tersebut kepada atasannya selambat-lambatnya selama 3 (tiga) hari
kerja sejak ia menerima surat pernyataan keberatan tersebut.
Pejabat
yang berwenang menghukum yang juga menerima pernyataan keberatan,
meneruskannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum, disertai
catatan- catatan yang dianggap perlu sehubungan keputusan hukuman disiplin
yang ditetapkan olehnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ia
menerima surat pernyataan keberatan tersebut.
Atasan
pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan saksama keberatan
yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, serta
alasan-alasan yang dikemukakan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Atasan
pejabat yang berwenang menghukum selambat-lambatnya dalam tempo 1 (satu)
bulan sudah harus membuat keputusan mengenai keberatan terhadap hukuman
disiplin. Keputusan tersebut dapat menguatkan atau mengubah keputusan
penjatuhan hukuman disiplin yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
menghukum.
Keputusan
atasan pejabat yang berwenang menghukum tidak dapat diganggu-gugat dan harus
dilaksanakan oleh semua pihak.
Pegawai
Negeri Sipil berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah yang
dijatuhi hukuman disiplin berupa "pemberhentian dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil" atau
"pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil"
dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek).
Terhadap hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden tidak
dapat diajukan keberatan.
Berlakunya
Hukuman Disiplin
Hukuman
disiplin ringan berlaku terhitung mulai saat keputusan hukuman disiplin
disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Apabila
tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, hukuman
disiplin tingkat sedang dan berat berlaku mulai hari ke limabelas sejak
penyampaian hukuman disiplin, kecuali hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh
pimpinan instansi.
Hukuman
disiplin berupa "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil" dan "pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" yang berpangkat Pembina
Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah, berlaku mulai hari ke lima belas
sejak penyampaian keputusan hukuman disiplin, apabila tidak ada keberatan
dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi kedua jenis hukuman disiplin
tersebut.
Hukuman
disiplin berupa "pembebasan dari jabatan" berlaku mulai saat disampaikan,
dan hams segera dilaksanakan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi
hukuman disiplin tidak hadir pada waktu dan tempat yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin berlaku mulai
hari ke 30 (tiga puluh) terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.
Hapusnya
Kewajiban Menjalankan Hukuman Disiplin
Pegawai
Negeri Sipil yang meninggal pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin
berupa "penundaan kenaikan gaji berkala" dan "penurunan
gaji", dan "penurunan pangkat" dianggap telah selesai
menjalani hukuman disiplin.
Pegawai
Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani
hukuman disiplin berupa "penundaan kenaikan gaji berkala",
"penurunan gaji", dan "penurunan pangkat" dianggap telah
selesai menjalani hukuman disiplin.
Pelanggaran
Disiplin Oleh Calon Pegawai Negeri Sipil
Calon
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat
karena pelanggaran disiplin tidak dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri
Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat
sedang atau berat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Kartu
Hukuman
Setiap
jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan, dicatat dalam Kartu Hukuman Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil disimpan
dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian.
Apabila
Seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari instansi yang satu ke instansi lain,
Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil dikirim oleh pimpinan instansi
lama kepada pimpinan instansi yang baru.
Bahan
bacaan :
|
H.
PENILAIAN
KINERJA PNS
Penilaian Kinerja PNS
|
Selasa, 23 Maret 2010 14:55
|
Penilaian
kinerja Pegawai Negeri Sipil, adalah penilaian secara periodik pelaksanaan
pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk
mengetahui keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil,
dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang
dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksana-kan
tugasnya. Hasil penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat,
pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian
penghargaan. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Unsur-unsur
yang dinilai dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah :
Kesetiaan, Yang dimaksud dengan kesetiaan,
adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Unsur kesetiaan terdiri atas sub-sub
unsur penilaian sebagai berikut:
Prestasi
Kerja
Prestasi
kerja adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksana tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja
seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan ,
pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan Unsur prestasi kerja terdiri
atas sub-sub unsur sebagai berikut:
Tanggung
jawab
Tanggung
jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta
berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang
dilakukannya. Unsur tanggung jawab terdiri atas sub-sub unsur sebagai
berikut:
Ketaatan
Ketaatan
adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati segala
peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati
perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta
kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Unsur ketaatan
terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
Kejujuran, Pada umumnya yang dimaksud
dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang
diberikan kepadanya. Unsur kejujuran terdiri atas sub-sub unsur sebagai
berikut:
Kerjasama, Kerjasama adalah kemampuan
seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain
dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga tercapai daya
guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Unsur kerjasama terdiri atas
sub-sub unsur sebagai berikut:
Prakarsa, Prakarsa adalah kemampuan
seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau
melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok
tanpa menunggu perintah dari atasan. Unsur prakarsa terdiri atas sub-sub
unsur sebagai berikut:
Kepemimpinan, Kepemimpinan adalah kemampuan
seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat
dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Unsur kepemimpinan
terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
Tata
Cara Penilaian
Penilaian
dilakukan oleh Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung Pegawai Negeri Sipil
yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat
lain yang setingkat dengan itu. Pejabat Penilai melakukan penilaian
pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam
lingkungannya pada akhir bulan Desember tiap-tiap tahun. Jangka waktu
penilaian adalah mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang
bersangkutan. Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka
sebagai berikut:
Nilai
untuk masing-masing unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan, adalah rata-rata
dari nilai sub-sub unsur penilaian. Setiap unsur penilaian ditentukan dulu
nilainya dengan angka, kemudian ditentukan nilai sebutannya. Hasil penilaian
pelaksanaan pekerjaan dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan. Pejabat Penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan
pekerjaan, apabila ia telah membawahkan Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Apabila Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi kepegawaian, sedangkan
Pejabat Penilai belum 6 (enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang
dinilai, maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan
pekerjaan dengan mengunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh Pejabat
Penilai yang lama.
Penyampaian
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah diisi diberikan oleh Pejabat
Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Apabila Pegawai Negeri
Sipil yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya seperti tercantum
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia membubuhkan tanda
tangannya pada tempat yang tersedia. Pegawai Negeri Sipil wajib mengembalikan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani olehnya
kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
tersebut. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani
oleh Pejabat Penilai dan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dikirimkan
oleh Pejabat Penilai kepada Atasan Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung
dari Pejabat Penilai, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung
mulai diterimanya kembali Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dari Pegawai
Negeri Sipil yang dinilai.
Keberatan
Terhadap Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Apabila
Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam Daftar Penilaian
Pekerjaan baik sebagian atau seluruhnya, maka ia dapat mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Atasan Pejabat Penilai. Keberatan tersebut dikemukakan
dalam tempat yang tersedia dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
disertai alasan-alasannya. Keberatan tersebut di atas disampaikan melalui
saluran hirarki dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal
diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Keberatan yang
diajukan melebihi batas waktu 14 (empat belas) hari tidak dapat
dipertimbangkan lagi. Pejabat Penilai memberikan tanggapan tertulis atas
keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai pada tempat yang tersedia
dan mengirimkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada Atasan
Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai saat
ia menerima kembali Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dari Pegawai
Negeri Sipil yang dinilai.
Keputusan
Atasan Pejabat Penilai
Atasan
Pejabat Penilai memeriksa dengan saksama Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan yang disampaikan kepadanya. Apabila terdapat alasan-alasan yang
cukup, Atasan Pejabat Penilai dapat mengadakan perubahan nilai yang tercantum
dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Perubahan yang dilakukan oleh
Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat.
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku sesudah ada pengesahan dari
Atasan Pejabat Penilai Pejabat Penilai Yang merangkap Sebagai Atasan Pejabat
Penilai Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian
Daerah adalah Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai tertinggi dalam
lingkungan masing-masing.
Daftar
Penilaian Pekerjaan yang dibuat oleh Pejabat Penilai yang merangkap menjadi
Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Yang Menjabat Sebagai Pejabat Negara Atau
Ditugaskan Di Luar Instansi Induknya
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dibuat oleh Pejabat
Penilai dari instansi asal tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
bertugas sebelum diangkat sebagai Pejabat Negara. Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan/ diperbantukan
pada instansi pemerintah lain dibuat oleh Pejabat Penilai pada instansi
tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan.
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan
diinstansi/badan lain diluar instansi induknya dibuat oleh Pejabat Penilai
dengan bahan-bahan yang diperoleh dari instansi/badan lain tempat Pegawai
Negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan.
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil menjalankan tugas
belajar oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari pimpinan
lembaga pendidikan tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan
tugas belajar.
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas
belajar di luar negeri dibuat oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang
diperoleh dari Kepala Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Penyampaian
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan merupakan dokumen kepegawaian yang bersifat
rahasia. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan untuk selama 5
(lima) tahun mulai tahun pembuatannya. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
yang telah lebih dari 5 (lima) tahun tidak digunakan lagi dan dapat
dimusnahkan menurut tata cara yang diatur dalam perundang-undangan yang
berlaku.
Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata
Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah dibuat dalam 1 (satu) rangkap. Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina
golongan ruang IV/a ke atas dibuat dalam 2 (dua) rangkap, yaitu 1 (satu)
rangkap dikirimkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara dan l (satu)
rangkap disimpan oleh instansi yang bersangkutan.
Bahan bacaan :
|
I.
PENGANGKATAN
DALAM JABATAN
STRUKTURAL
Pengangkatan dalam Jabatan
Struktural
|
Selasa, 23 Maret 2010 17:18
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan
untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi PNS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangan.
Eselon
dan jenjang pangkat jabatan struktural sesuai PP Nomor 13 Tahun 2002
Penetapan
organisasi Eselon Va dilakukan secara selektif,
1.
Pengangkatan
Persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain : Berstatus Pegawai Negeri Sipil, Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan, Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir, Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, Sehat jasmani dan rohani Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian perlu memperhatikan faktor : Senioritas dalam kepangkatan, Usia, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Jabatan, Pengalaman. Pelaksanaan Pengangkatan Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dilingkungan instansi pusat ditetapkan dengan keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. Sedangkan pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah pada Instansi pusat ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Pusat. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dipropinsi (Sekda) ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat persetujuan Pimpinan DPRD Propinsi, setelah sebelumnya dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri, sedangkan pengangkatan dalam jabatan Struktural eselon II kebawah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah Propinsi. Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota. Khusus untuk pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota setelah mmendapat persetujuan dari pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, setelah terlebih dahulu dikonsultasikan secara tertulis kepada Gubernur Dalam setiap keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan structural, harus dicantumkan nomor dan tanggal pertimbangan Baperjakat, eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural.
Pelantikan
PNS yang diangkat dalam jabatan struktural, termasuk PNS yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya, selambatnya 30 hari sejak penetapan pengangkatannya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat yang berwenang. Demikian juga yang mengalami perubahan nama jabatan atau perubahan fungsi dan tugas jabatan maka PNS yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali. Pendidikan dan Pelatihan PNS yang akan atau telah menduduki jabatan structural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) sesuai dengan kompentensi yang dite-tapkan untuk jabatan tersebut. Artinya, PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural meskipun yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus Diklatpim. Namun demikian untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan me-nambah wawasan, maka kepada PNS yang bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya. 2. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena : 1. Mengundurkan diri dari jabatannya 2. Mencapai batas usia pensiun 3. Diberhentikan sebagai PNS 4. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya atau jabatan fungsional 5. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan 6. Tugas belajar lebih dari enam bulan 7. Adanya perampingan organisasi pemerintah 8. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani 9. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku Pemberhentian PNS dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pe-jabat yang berwenang setelah melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara/ Baperjakat disertai alasan yang jelas atas pemberhentiannya. PNS yang meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukturalnya 3. Perangkapan Jabatan Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat structural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, PNS yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan structural lain maupun jabatan fungsional. Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah. Bahan Bacaan: 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 2. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jahatan Struktural 3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000. 4. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. |
J.
PENGANGKATAN DALAM
JABATAN FUNGSIONAL
Pengangkatan dalam Jabatan
Fungsional
|
Rabu, 24 Maret 2010 10:52
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jabatan
fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu
serta bersifat mandiri.
Jabatan
fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam
struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam
organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas
jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Penetapan
Jabatan Fungsional Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
Jabatan
fungsional dan angka kredit jabatan fungsional ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan
memperhatikan usul dari pimpinan instansi pemerintahan yang bersangkutan,
yang selanjutnya bertindak sebagai pembina jabatan fungsional.
Angka
Kredit Jabatan Fungsional
Penilaian
prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka kredit oleh
pejabat yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir
kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai
oleh pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.
Butir-butir
kegiatan yang dinilai adalah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh setiap
pejabat fungsional yang terdiri atas tugas utama (tugas pokok) dan tugas
penunjang, yaitu tugas-tugas yang bersifat menunjang pelaksanan tugas utama.
Tugas utama adalah tugas-tugas yang tercantum dalam uraian tugas (job
description) yang ada pada setiap jabatan, sedangkan tugas penunjang tugas
pokok adalah kegiatan-kegiatan pejabat fungsional di luar tugas pokok yang
pada umumnya bersifat tugas kemasyarakatan.
Dalam
pelaksanaan tugas-tugas utama/pokok seorang pejabat fungsional harus
mengumpulkan sekurang-kurangnya 70% atau 80% dari angka kredit yang
ditetapkan, sedang pelaksanaan tugas penunjang tugas-tugas pokok
sebanyak-banyaknya hanya 30% atau 20%. Ketentuan tersebut diatur untuk
menjamin agar pejabat fungsional benar-benar mengutamakan pelaksanaan tugas
pokoknya dibandingkan dengan tugas-tugas penunjang.
Angka
kredit ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai bahan
dalam penetapan kenaikan jabatan/pangkat pejabat fungsional.
Tim
Penilai Angka Kredit
Dalam
pelaksanaan penetapan angka kredit jabatan fungsional dibentuk Tim Penilai
yang bertugas membantu pejabat yang berwenang dalam menetapkan angka kredit
pejabat fungsional di lingkungan instansi masing-masing.
Tim
Penilai Angka Kredit jabatan fungsional terdiri atas :
Pengangkatan
Persyaratan
untuk pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional adalah:
Kenaikan
Jabatan
Pejabat
fungsional dapat dipertimbangkan untuk diangkat ke dalam jabatan yang
setingkat lebih tinggi apabila memenuhi syarat:
Kenaikan
Pangkat
Pejabat
fungsional dapat dipertimbangkan untuk dinaikan kedalam pangkat yang
setingkat lebih tinggi apabila memenuhi syarat:
Jenjang
Jabatan Fungsional
Jabatan
fungsional terdiri atas Jabatan Fungsional Terampil dan Jabatan Fungsional
Ahli.
Untuk
masing-masing jabatan tersebut di atas ditetapkan jenjang jabatan dan jenjang
pangkat/ golongan ruang sebagai berikut:
JENJANG
JABATAN DAN GOLONGAN RUANG JABATAN FUNGSIONAL *)
I.
JABATAN FUNGSIONAL TERAMPIL
NO, JABATAN, GOL/ RUANG, KETERANGAN 1, Pelaksana Pemula, II/a, Sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjulan Tingkat Atas 2, Pelaksana, II/b-II/c-II/d 3, Pelaksana Lanjulan, III/a-III/b 4, Penyelia, III/c - III/d
II.
JABATAN FUNGSIONAL AHLI
NO, JABATAN, GOL/RUANG, KETERANGAN 1, Ahli Pertama, III/a-III/b, Sekurang-kurangnya berijazah Sarjana (SI) atau D-IV 2, Ahli Muda, III/c - III/d 3, Ahli Madya, IV/a-IV/b-IV/c 4, Ahli Utama, lV/d - IV/e
Pembebasan
dari Jabatan Fungsional
Pejabat
fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :
Pejabat
fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya dapat diangkat kembali
apabila:
Pejabat
fungsional yang diangkat kembali dalam jabatan fungsional, jabatannya
ditetapkan berdasarkan angka kredit yang terakhir dimiliki. Pemberhentian
dari jabatan fungsional Pejabat fungsional diberhentikan dari jabatan
fungsional apabila:
Pembebasan
sementara, pemberhentian dari, dan pengangkatan kembali dalam jabatan
fungsional ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan fungsional
Pegawai Negeri Sipil dikelompokkan dalam rumpun-rumpun jabatan fungsional.
Rumpun jabatan fungsional adalah himpunan jabatan-jabatan fungsional yang
mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam
melaksanakan salah satu tugas umum pemerintahan. Rumpun jabatan fungsional
ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Jabatan-jabatan di dalam suatu rumpun
jabatan dapat berkembang sesuai perkembangan ilmu dan teknologi. Rumpun
jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dengan Keputusan Presiden
Nomor 87 Tahun 1999.
Contoh
Jabatan Fungsional dan Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
Rumpun
Jabatan Fungsional
Bahan
bacaan:
|
K.
PEMBERHENTIAN
PNS
Pemberhentian PNS
|
Rabu, 24 Maret 2010 11:13
|
Pemberhentian
terdiri atas :
Pemberhentian
sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang menyebabkan yang
bersangkutan tidak lagi berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian
dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang menyebabkan yang bersangkutan
tidak lagi bekerja pada suatu satuan organisasi Negara, tetapi masih
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jenis-Jenis
Pemberhentian Sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian sebagai Pegawai
Negeri Sipil terdiri atas pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Pegawai
Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Pegawai
Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil
menerima hak-hak kepegawaiannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku antara lain hak atas pensiun. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan
tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, kehilangan hak-hak
kepegawaiannya antara lain pensiun.
Pemberhentian
Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemberhentian dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil meliputi :
Sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 1979, BUP dapat diperpanjang bagi PNS yang memangku jabatan tertentu. Jabatan-jabatan tertentu yang diduduki PNS yang dapat diperpanjang BUP-nya ada yang diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan ada diatur dalam Keputusan Presiden / Peraturan Presiden. Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979, antara lain :
Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam Keputusan Presiden / Peraturan Presiden, antara lain :
Selain diatur dalam PP dan Keputusan Presiden / Peraturan Presiden, juga terdapat pengaturan BUP PNS yang diatur dalam Undang-Undang, antara lain :
Dengan PP Nomor 65 Tahun 2008, maka bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I tertentu, BUP dapat diperpanjang sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun. Adapun perpanjangan sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan persyaratan sebagaimana yang telah di sebutkan di atas. Dan Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I. Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun dilakukan secara selektif bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I yang sangat strategis. Dengan demikian, tidak semua PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I dapat diperpanjang BUP-nya sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun.
Pegawai
Negeri Sipil Dapat Diberhentikan Dengan Hormat Atau Tidak Hormat karena :
Pegawai
Negeri Sipil Dapat Diberhentikan Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri
Atau Tidak Dengan Hormat karena :
Pegawai
Negeri Sipil Diberhentikan Tidak Dengan Hormat karena :
Pemberhentian
Karena Meninggalkan Tugas
Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 2 bulan terus menerus dihentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga. Apabila dalam waktu kurang dari 6 bulan melaporkan diri kepada pimpinan instansinya, maka ia dapat ditugaskan kembali jika ada alasan-alasan yang dapat diterima atau diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila ketidakhadirannya itu adalah karena kelalaian sendiri, dan menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja jika ia ditugaskan kembali.
Pegawai
Negeri Sipil yang meninggalkan tugas secara tidak sah terus menerus selama 6
bulan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian tersebut ditetapkan berlaku mulai tanggal penghentian pembayaran gajinya dan gaji selama 2 bulan sejak ia tidak masuk bekerja diberikan kepadanya Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang.
Pegawai
Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan
dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Untuk kelengkapan tata usaha
kepegawaian maka pimpinan instansi yang bersangkutan serendah-rendahnya
Kepala Sub Bagian atau pejabat lain yang setingkat dengan itu membuat surat
keterangan meninggal dunia. Pegawai Negeri Sipil yang hilang dianggap telah
meninggal dunia pada akhir bulan ke-12 sejak ia dinyatakan hilang.
Berdasarkan berita acara atau surat keterangan dari pejabat yang berwajib,
maka pejabat yang berwenang membuat surat pernyataan hilang. Surat pernyataan
hilang dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan kedua sejak yang
bersangkutan hilang. Pejabat yang membuat adalah Menteri, Jaksa Agung,
Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat lain yang
ditunjuk.
Pegawai
Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang, yang sebelum melewati masa 12
bulan diketemukan kembali dan masih hidup dan sehat, dipekerjakan kembali
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan
hilang yang belum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali, tetapi cacat
diperlakukan sebagai berikut:
Pegawai
Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang diketemukan kembali setelah
melewati masa 12 bulan diperlakukan sebagai berikut:
Catatan:
Hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang di luar kemauan dan kemampuannya
tidak diketahui tempatnya berada dan tidak diketahui apakah ia masih hidup
atau telah meninggal dunia.
Pemberhentian
Karena Sebab-Sebab Lain:
Pemberhentian
Karena Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota/Pengurus Partai Politik Dalam
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Pegawai Negeri dilarang
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri Sipil yang
akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri
sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang diajukan secara tertulis kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dan tembusannya disampaikan kepada:
Pegawai
Negeri Sipil yang mengundurkan diri tersebut diberhentikan dengan hormat
sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentiannya terhitung mulai akhir bulan
yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri.
Pegawai
Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa
mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan
hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai
Negeri Sipil yang mengundurkan diri yang ditangguhkan pemberhentiannya,
tetapi tetap menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan
tidak dengan hormat. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut
di atas berlaku terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi anggota
dan/atau pengurus partai politik.
Pemberhentian
Sementara
Untuk
kepentingan peradilan seorang Pegawai Negeri yang didakwa telah melakukan
suatu kejahatan/pelanggaran jabatan dan berhubung dengan itu oleh pihak yang
berwajib dikenakan tahanan sementara, mulai saat penahanannya harus dikenakan
pemberhentian sementara. Seorang Pegawai Negeri yang oleh pihak berwajib
dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran
hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang
dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri
pegawai yang bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa pegawai itu.
Tujuan
pemberhentian sementara terutama untuk mengamankan kepentingan peradilan dan
juga untuk kepentingan jawatan (instansi).
Selama
pemberhentian sementara kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan
diberikan penghasilan sebagai berikut:
Jika
sesudah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib pemberhentian sementara ternyata
tidak bersalah maka pegawai itu harus segera diangkat dan dipekerjakan
kembali pada jabatannya semula, dalam hal yang demikian selama masa
diberhentikan untuk sementara ia berhak mendapat gaji penuh serta
penghasilan-penghasilan lain yang berhubungan dengan t unjangan istri dan
jabatannya. Jika sesudah pemeriksaan pegawai yang nrdifipdih bersangkutan
ternyata bersalah maka:
Jika
berdasarkan keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
dinyatakan tidak bersalah maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus
direhabilitasikan terhitung mulai saat diberhentikan sementara dan gaji
dibayarkan penuh. Jika ternyata yang bersangkutan dinyatakan bersalah,
diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan tidak hormat. Pegawai
Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara:
Bahan Bacaan:
|
L.
MORAL
ETIKA PNS
Moral Etika PNS
|
Rabu, 24 Maret 2010 11:15
|
Sebagai
unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil memiliki
akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan
tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Setiap
Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib
memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan
dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah.
Untuk
menjamin agar setiap Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus meningkatkan
kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan
perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai
Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar dinas.
Sumpah/Janji
Pegawai Negeri Sipil
Dalam
rangka usaha membina Pegawai Negeri Sipil yang bersih, jujur, dan sadar akan
tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat maka
setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri
Sipil.
Sumpah/Janji
Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu
keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.
Seorang
Pegawai Negeri Sipil mengangkat sumpah/ janji berdasarkan keyakinan
agama/kepercayaai terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hal ini menandakan bahwa
pernyataan kesanggupan dalam sumpah/janji yang diucapkan juga ditujukan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Calon
Pegawai Negeri Sipil setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib
mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil. Sumpah Pegawai Negeri Sipil
diucapkan dihadapan atasan yang berwenang.
Setiap
Pegawai Negeri Sipil harus menaati sumpah yang diucapkan dengan
sebaik-baiknya dan tidak melanggar sumpah/janji tersebut selama masih
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sumpah/janji
Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975
tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
Susunan
kata-kata sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut.
" Demi Allah, saya bersumpah/berjanji . Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undanq-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa
saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan gang berlaku dan
melaksanakan tugas kedinasan gang dipercayakan kepada saya dengan penuh
pengabdian, kesadaran, tanggung jawab;
bahwa
saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan
martabat Pegawai Negeri, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan
Negara daripada kepentingan saya sendir seseorang atau golongan;
bahwa
saya, akan memegang teguh rahasia sesuatu gang menurut sifatnya atau menurut
perintah harus saya rahasiakan;
bahwa
saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk
kepentingan Negara."
Sumpah/Janji
Jabatan
Pengangkatan
seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku jabatan terutama jabatan yang
penting yang mempunyai ruang lingkup yang luas merupakan kepercayaan yang
besar dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian,
kejujuran, keikhlasan, dan tanggung jawab yang besar.
Berhubung
dengan itu Pegawai Negeri Sipil yang langkat untuk memangku jabatan tertentu
pada saat pengangkatannya wajib mengangkat Sumpah Jabatan Negeri dihadapan
atasan yang berwenang menurut agama atau kepercayaannya terhadan Tuhan Yang
Maha Esa.
Sumpah
Jabatan Negeri menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil Dan Anggota Angkatan Perang
adalah sebagai berikut.
"Demi
Allah ! Saya ber sumpah,
Bahwa
saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan
memberi 4 sesuatu kepada siapapunjuga;
Bahwa
saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia;
Bahwa
saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurutperintah
harus saya rahasiakan;
Bahwa
saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari
siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai
hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan
saya;
Bahwa
saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan
lebih mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau
golongan;
Bahwa
saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan
Pegawai Negeri;
Bahwa
saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk
kepentingan Negara".
Pengucapan
sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni:
Tata
Cara Pengambilan Sumpah Pengambilan sumpah/janji dilakukan dalam suatu
upacara khidmat. Yang hadir dalam upacara tersebut adalah :
Pegawai
Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji didampingi oleh seorang rohaniwan
sesuai agama masing-masing. Saksi-saksi terdiri atas Pegawai Negeri Sipil
yang pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang
mengangkat sumpah/janji. Jumlah saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk
semua Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji.
Pejabat
yang mengambil sumpah/janji mengucapkan susunan kata-kata sumpah
kalimat-kalimat dan diikuti oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat
sumpah/janji. Pada waktu pengucapan sumpah semua hadirin dalam upacara itu
berdiri.
Pejabat
yang mengambil sumpah/janji membuat berita acara pengambilan sumpah. Berita
acara yang maksud ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji,
Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji dan saksi-saksi.
Pengambilan sumpah dapat dilakukan secara perorangan dan dapat pula dilakukan
secara bersama-sama (2 orang atau lebih).
Pembinaan
Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
Untuk
memperoleh Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki
kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta
sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi
masyarakat diperlukan pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri
Sipil.
Pembinaan
jiwa korps dimaksudkan untuk meningkatkan semangat juang, pengabdian,
kesetiaan, dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Jiwa
Korps
Pembinaan
jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk:
Ruang
lingkup pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil mencakup :
Nilai-nilai
Dasar Nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil
meliputi:
Kode
Etik Pegawai Negeri Sipil Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan
sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada
etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam
berorganisasi, dalam bermasyarakat, serts terhadap diri sendiri dan sesama
Pegawai Neeeri Sipil. Etika bernegara meliputi:
Etika
dalam berorganisasi adalah :
Etika
dalam bermasyarakat meliputi :
Etika
terhadap diri sendiri meliputi:
Etika
terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
Penegakan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil dikenakan sanksi moral. Sanksi moral dibuat secara tertulis dan
dinyatakan secara tertutup atau secara terbuka oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian.
Pernyataan
secara tertutup disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain
yang ditunjuk dalam ruang tertutup. Pengertian dalam ruang tertutup yaitu
bahwa penyampaian pernyataan tersebut hanya diketahui oleh Pegawai Negeri
Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan pernyataan. Dalam
penyampaian pernyataan secara tertutup dapat dihadiri oleh pejabat lain yang
terkait, dengan catatan bahwa pejabat yang terkait tersebut tidak boleh
berpangkat lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pernyataan
sanksi pelanggaran kode etik disampaikan secara terbuka melalui forum-forum
pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipl, upacara bendera, media masa, dan forum
lainnya yang dipandang sesuai untuk itu.
Pegawai
Negeri Sipil yang melanggar Kode Etik Pegawai Negeri Sipil selain dikenakan
sanksi moral dapat dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil atau
tindakan administratif lainnya berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kode
Etik. Penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil hams berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Majelis
Kode Etik
Untuk
memperoleh obyektivitas dalam menentukan seorang Pegawai Negeri Sipil melanggar
kode etik, maka pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode
Etik dibentuk dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Majelis
Kode Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada Pegawai Negeri
Sipil yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik. Dalam hal
instansi Pemerintah mempunyai instansi vertikal di daerah, maka Pejabat
Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di
daerah untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.
Bahan
bacaan:
|
M.
KORP
PNS
Korps PNS
|
Rabu, 24 Maret 2010 11:16
|
Seperti
dinyatakan dalam Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia, KORPRI
adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi
meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita
perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bersifat demokratis, mandiri, bebas,
aktif, profesional, netral, produktif, dan bertanggung jawab, Korps Pegawai
Republik Indonesia (Korpri) terbentuk pada tanggal 29 Nopernber 1971 bertolak
dari latar belakang pemikiran, bahwa dengan pegawai yang terkotak-kotak dalam
berbagai kelompok idiologi tidak mungkin tugas menjalankan pemerintahan dan
pembangunan yang diamanatkan Negara dapat dilaksanakan secara berdaya guna
dan berhasil guna.
Sebelum
Korpri terbentuk, pegawai negeri yang bekerja dalam dinas-dinas pemerintahan
adalah anggota dari perserikatan-perserikatan pegawai yang sangat banyak
jumlahnya. Perserikatan pegawai tersebut pada umumnya berinduk kepada
kekuatan (partai) politik yang ada, misalnya Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM)
yang berinduk pada Partai Nasionalis Indonesia, Serikat Organisasi Karyawan
Seluruh Indonesia (SOKSI) yang berinduk pada Partai Sosialis Indonesia,
Serikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) yang berinduk pada Partai
Nahdlatul Ulama, Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) yang berinduk pada
SOBSI/PKI, dan sebagainya.
Dengan
pegawai yang memiliki kesetiaan yang "mendua", yaitu disatu pihak
pegawai taat kepada Pemerintah, sedangkan di lain pihak setia kepada partainya.
Setiap pegawai disamping bekerja bagi pemerintah sesuai bidang tugasnya, akan
bertindak sesuai arahan pimpinan partainya. Dengan keadaan yang demikian amat
sulit diharapkan bahwa Pemerintah akan dapat melaksanakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya. Atas prakarsa pemerintah, untuk mencapai dayaguna dan hasil
guna yang sebesar-besarnya dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan
menyeleng-garakan pembangunan nasional, diupayakan suatu wahana yang dapat
mewadahi seluruh pegawai yang bekerja dalam dinas-dinas pemerintah. Dengan
Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tanggal 29 Nopember 1971 dibentuk
Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Korpri digagas sebagai
satu-satunya wadah untukmenampung kegiatan para anggotanya di luar kedinasan.
Fungsi
Korpri
Korpri
berfungsi sebagai:
Visi dan
Misi Korpri
Visi
Korpri adalah terwujudnya Korpri sebagai organisasi yang kuat, netral,
mandiri, profesional dan terdepan dalam menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa, mensejahterakan anggota, masyarakat, dan melindungi kepentingan para
anggota agar lebih profesional di dalam membangun Pemerintahan yang baik.
Untuk
dapat merealisasikan visi tersebut diatas, maka Korpri memiliki misi:
Program
Kerja Pokok-pokok kegiatan sebagai pelaksanaan visi, misi, dan fungsi Korpri,
sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sasaran
Program Umum Korpri adalah:
Program
Umum Korpri menjadi acuan dalam menyusun program kerja pada masing-masing
jenjang kepengurusan sesuai dengan kemampuan masing-masing dan tetap
dikendalikan dab dilakukan pengawasan oleh Pimpinan/Pengurus di semua jenjang
kepengurusan.
Doktrin
Korpri
Korpri
memiliki suatu doktrin yang disebut Bhinneka Karya Abdi Negara, yang berarti
walaupun Pegawai Republik Indonesia melaksanakan tugas diberbagai bidang
dengan jenis karya yang beraneka ragam, tetap bersatu dalam rangka
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Doktrin
Korpri adalah kebulatan tekad dan kesatuan pemikiran Korpri tentang
dasar-dasar dan pokok-pokok pelaksanaan serta pengembangan pengabdian kepada
masyarakat, bangsa, dan negara, dan menjadi pedoman serta pembimbing bagi
segenap anggota dalam melaksanakan asas dan mencapai tujuan Korpri. Doktrin
Korpri manjadi pedoman bagi setiap anggota Korpri dalam melaksanakan visi dan
misi Korpri.
Kode
Etik Korpri
Korpri
memiliki Kode Etik yang dinamakan Panca Prasetya Korps Pegawai Republik
Indonesia.
Korpri.
Kode Etik Korpri adalah pedoman sikap dan tingkah laku angotanya. Naskah
Panca Prasetya Korpri adakah sebagai berikut.
PANCA PRASETYA
KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA
KAMI
ANGGOTA KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA, ADALAH INSAN YANG BERIMAN DAN
BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, BERJANJI:
Lambang
Korpri
Lambang
Korpri diadakan dengan maksud untuk lebih menumbuhkan jati diri dan jiwa
korsa anggota Korpri.
Bentuk
dan makna lambang Korpri adalah sebagai berikut:
![]()
Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Sifat,
peranan dan program kerja Korpri dalam memperjuangkan kepentingan para
anggotanya tercermin dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korpri.
Dalam perjalanan sejarah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korpri yang
ditetapkan pada tahun 1971 saat pembentukan Korpri, telah mengalami beberapa
kali perubahan. Perubahan-perubahan terjadi sesuai perkembangan kehidupan
bernegara dan bermasyarakat dari masa ke masa.
Perubahan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korpri terakhir ditetapkan dengan
Keputusan Musyawaran Nasional VI Korpri Nomor : KEP-05/MUNAS/2004 tanggal 30
Nopember 2004 dan disahkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2005
Bahan
bacaan :
|
N.
ANGGARAN
KORP PNS
Anggaran Korps PNS
|
|
Rabu, 24 Maret 2010 17:17
|
|
ANGGARAN
DASAR KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA PEMBUKAAN
Bahwa
pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia dalam rangka mengisi cita-cita
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makniur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945- Untuk mencapai
cita-cita kemerdekaaan tersebut, pegawai Republik Indonesia bertekad
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara terus menerus serta
berperan aktif dalam perjuangan mencapai tujuan nasional sebagai diamanatkan
dalam Pembukaan UUD 1945
Untuk
meningkatkan peran pegawai Republik Indonesia agar lebih berdaya guna dan
berhasil guna bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, perlu diimbangi
dengan peningkatan kesejahteraan pegawai Republik Indonesia dan keluarganya,
untuk itu pegawai Republik Indonesia menghimpun diri dalam wadah organisasi
Korps Pegawai Republik Indonesia yang kedudukan dan kegiatannya tidak
terlepas dari kedinasan.
Dalam
rangka melaksanakan kebijakan Korps Pegawai Republik Indonesia dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika, maka Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga Korps Pegawai Republik Indonesia berpegang teguh
pada wawasan kebersamaan di kalangan anggota yang selanjutnya berhimpun dalam
Korps Pegawai Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi prinsip persatuan
dan kesatuan.
Untuk
itu pemberdayaan organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia diarahkan pada
terbangunnya organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang demokratis,
mandiri, bebas, aktif, profesional, netral, produktif dan bertanggung jawab
dengan lebih mengutamakan pada perlindungan dan kesejahteraan anggota serta
mewakili anggota di forum nasional maupun internasional
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
l
Pengertian
Dalam
Keputusan ini yang dimaksud dengan Pegawai Republik Indonesia dalam Anggaran
Dasar ini adalah:
1.
Pegawai Negeri Sipil
2. Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Hukum Milik Negara (BHMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta anak perusahaannya 3. Perangkat Pemerintahan Desa atau nama lain dari desa.
BAB II
NAMA, SIFAT, WAKTU, DAN KEDUDUKAN
Pasal
2
Nama
Organisasi
ini bernama Korps Pegawai Republik Indonesia, disingkat KORPRI
Pasal
3
Sifat
KORPRI
adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi
meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita
perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bersifat demokratis, mandiri, bebas,
aktif, profesional, netral, produktif, dan bertanggung jawab
Pasal
4
Waktu
dan Kedudukan
(1).
KORPRI didirikan pada tanggal 29 Nopember 1971 dengan batas waktu yang tidak
ditentukan (2). Pimpinan Nasional KORPRI berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia
BAB III
DASAR, FUNGSI, DAN KEDAULATAN ORGANISASI
Pasal
5
Dasar
KORPRI
berdasarkan Pancasila dan bercirikan profesionalitas, pengabdian, kemitraan
kekeluargaan, dan gotong royong.
Pasal
6
KORPRI
berfungsi sebagai:
1.
Perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
2. Pelopor peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas anggota; 3. Pelindung dan pengayom anggota; 4. Penyalur kepentingan anggota; 5. Pendorong peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya; 6. Pelopor pelayanan publik dalam mensukseskan program-program pembangunan 7. Mitra aktif dalam perumusan kebijakan instansi yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 8. Pencetus ide, serta pejuang keadilan dan kemakmuran bangsa
Pasal
7
Kedaulatan
Organisasi
Kedaulatan
organisasi berada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui
musyawarah menurut jenjang organisasi.
BAB IV
VISI, MISI DAN PROGRAM
Pasal
8
Visi
Terwujudnya
KORPRI sebagai organisasi yang kuat, netral, mandiri, profesional, dan
terdepan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mensejahterakan
anggota, masyarakat, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih
profesional di dalam membangun pemerintahan yang baik.
Pasal
9
Misi
Misi
KORPRI adalah:
1.
Mewujudkan organisasi KORPRI sebagai alat pemersatu bangsa dan negara;
2. Memperkuat kedudukan, wibawa, dan martabat organisasi KORPRI; 3. Meningkatkan peran serta KORPRI dalam mensukseskan pembangunan nasional; 4. Meningkatkan perlindungan hukum dan pengayomanlcepada anggota; 5. Meningkatkan ketaqwaan dan profesionalitas anggota; 6. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarganya; Menegakkan peraturan perundang-undangan Pegawai Republik Indonesia; ' 7. Mewujudkan rasa kesetiakawanan dan solidaritas sesama anggota KORPRI; 8. Mewujudkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
Pasal
10
Program
(l)
Untuk mencapai visi dan misi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan 9, KORPRI
melakukan Program Umum yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS). (2)
Program masing-masing jenjang kepengurusan kepada Program Umum KORPRI dan
diputus-kan oleh musyawarah menurut jenjangnya.
BAB V
JATI DIRI, KODE ETIK, LAMBANG, PANJI, LAGU, DAN ATRIBUT
Pasal
11
(1)
Dalam rangka membina jiwa korsa, KORPRI mempunyai Jati Diri, Kode Etik,
Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut.
(2) Ketentuan mengenai Jati Diri, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh MUNAS.
BAB VI
KEANGGOTAAN, HAK, DAN KEWAJIBAN
Pasal
12
Keanggotaan
Keanggotaan
KORPRI terdiri dari:
1.
Anggota Biasa;
2.
Anggota Luar Biasa;
3.
Anggota Kehormatan.
Pasal
13
Hak
Anggota
(1)
Anggota Biasa mempunyai hak :
1. Memilih dan dipilih dalam kepengurusan; 2. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi; 3. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil; 4. Mendapat bantuan hukum dalam menghadapi perkara hukum; 5. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas kedinasan; 6. Memperoleh gaji yang layak; 7. Mendapat perlakuan yang adil dan jaminan tidak ada intervensi politik terhadap jabatan profesional karir pada jabatan struktural eselon I sampai dengan eselon V.
(2)
Anggota Luar Biasa mempunyai hak :
1. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi; 2. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil; 3. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas organisasi.
(3)
Anggota Kehormatan mempunyai hak :
1. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi; 2. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil 3. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas organisasi.
Pasal
14
Kewajiban
Anggota
(1)
Anggota Biasa mempunyai kewajiban untuk :
1.
Mentaati Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) dan
Keputusan/Peraturan Organisasi;
2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi; 3. Membela moral dan etika organisasi; 4. Membayar iuran anggota; 5. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
(2)
Angota Luar Biasa mempunyai kewajiban untuk
1.
Mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tanggal dan Keputusan/Peraturan
Organisasi;
2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi; 3. Memelihara moral dan etika organisasi; 4. Membayar iuran anggota; 5. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
(3) Anggota
Kehormatan mempunyai kewajiban untuk:
1.
Mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan/Peraturan
Organisasi;
2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi; 3. Memelihara moral dan etika organisasi; 4. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal
15
Susunan
kepengurusan dan wilayah kerjanya terdiri dari:
1. Dewan
Pengurus Nasional disingkat DPN meliputi seluruh wilayah Indonesia;
2. Dewan Pengurus Provinsi disingkat DP-PROV meliputi wilayah Provinsi yang bersangkutan; 3. Dewan Pengurus Kabupaten disingkat DP-KAB, Dewan Pengurus Kota disingkat DP-KOT dan Dewan Pengurus Kotamadya disingkat DP-KODYA meliputi wilayah Kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan; 4. Pengurus Kecamatan/Distrik meliputi wilayah Kecamatan/Distrik yang bersangkutan; 5. Pengurus Desa/Kelurahan meliputi wilayah Desa/Kelurahan yang bersangkutan; 6. Pengurus Unit Nasional meliputi Kementerian, Departemen, LPND, Lembaga Tinggi Negara, BUMN, BHMN, dan komponen PNS pada instansi TNI serta POLRI; 7. Pengurus Unit Provinsi meliputi Perangkat Daerah, Lembaga Pusat yang ada di Daerah, Komponen PNS pada instansi TNI dan POLRI, BUMN, BHMN, dan BUMD di Provinsi yang bersangkutan; 8. Pengurus Sub Unit Nasional meliputi komponen Kementerian, Departemen. LPND, BHMN dan BUMN serta unsur PNS pada instansi TNI dan POLRI; 9. Pengurus Sub Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya meliputi Perangkat Daerah, Lembaga Pusat yang ada di Daerah, Komponen PNS pada instansi TNI dan POLRI, BUMN dan BHMN dan BUMD di Kabupaten/ Kota/ Kotamadya yang bersangkutan; 10. Pengurus Kelompok meliputi komponen dalam sub unit Nasional.
Pasal
16
(1)
Susunan kepengurusan sebagaimana tersebut pada Pasal 15 angka 6 secara
horizontal berada dalam koordinasi langsung Dewan Pengurus Nasional.
(2) Susunan kepengurusan sebagaimana tersebut pada Pasal 15 angka 6, 7, 8, dan 9 secara (3) vertikal dari tingkat nasional sampai ke tingkat Desa/Kelurahan mempunyai hubungan teknis fungsional dan secara horizontal dikoordinasikan oleh Dewan Pengurus sesuai dengan tingkat kedudukan wilayah masing-masing.
BAB VIII
DEWAN PENGURUS, DEWAN KEHORMATANAN DAN PENASEHAT NASIONAL
Pasal
17
Dewan
Pengurus Nasional
(1)
Susunan Dewan Pengurus Nasional terdiri dari:
1.
Pengurus Harian
2. Pengurus Pleno
(2)
Kepemimpinan Dewan Pengurus Nasional bersifat kolektif.
Pasal
18
Pengurus
Harian
(1)
Susunan Pengurus Harian terdiri dari:
1.
Seorang Ketua Umum;
2. Beberapa orang Ketua; 3. Seorang Sekretaris Jenderal; 4. Dua orang Wakil Sekretaris Jenderal; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara; 7. Beberapa orang Ketua Departemen.
(2)
Jumlah anggota Pengurus Harian sesuai kebutuh-an.
(3)
Pengurus Harian bertugas dan berwenang memimpin pelaksanaan tugas organisasi
sesuai dengan ketetapan MUNAS.
Pasal
19
Pengurus
Pleno
(1)
Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan Wakil-wakil dari setiap unsur
Pengurus Unit Nasional yang diwakili masing-masing 1 (satu) orang.
(2) Wakil-wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dan ditetapkan oleh masing-masing Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Dewan Pengurus Nasional. (3) Tugas Pokok dan Wewenang Pengurus Pleno :
1.
Merumuskan, mengawasi, dan menetapkan kebijakan kebijakan organisasi yang
bersifat umum;
2. Bersidang sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan
Pasal
20
Dewan
Kehormatan
(1)
Untuk kesinambungan visi dan misi organisasi dibentuk Dewan Kehormatan.
(2) Dewan Kehormatan bertugas dan berwenang memelihara keutuhan dan tegaknya kode etik organisasi.
Pasal
21
Penasehat
Nasional
(1)
Penasehat Nasional adalah Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
(2) Penasehat Nasional Harian adalah Menteri yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara. (3) Penasehat Nasional dan Penasehat Nasional Harian bertugas dan berwenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.
BAB IX
DEWAN PENGURUS DAN PENASEHAT PROVINSI
Pasal
22
Dewan
Pengurus provinsi
(1)
Susunan Dewan Pengurus Provinsi terdiri dari:
1.
Seorang Ketua;
2. Beberapa orang Wakil Ketua 3. Seorang Sekretaris; 4. Seorang Wakil Sekretaris; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara; 7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2)
Dewan Pengurus Provinsi merupakan kepengurusan kolektif.
(3)
Dewan Pengurus Provinsi ditetapkan oleh Musyawaran Provinsi dan disahkan oleh
Dewan Pengurus Nasional.
(4)
Dewan Pengurus Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai denga
ketetapan Musyawarah Provinsi
Pasal
23
Penasehat
Propinsi
(1)
Penasehat Provinsi adalahGubernur dan Wakil Gubernur
(2) Penasehat Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
BAB X
DEWAN PENGURUS DAN PENASEHAT KABUPATEN/KOTA/KOTAMADYA
Pasal
24
Dewan
Pengurus Kabupaten /Kota /Kotamadya
(1)
Susunan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari:
1. Seorang Ketua; 2. Beberapa orang Wakil Ketua; 3. Seorang Sekretraris; 4. Seorang Wakil Sekretaris; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara; 7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2)
Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kepengurusan
kolektif.
(3)
Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Musyawarah
Kabupaten/ Musyawarah Kota/Musyawarah Kotamadya dan disahkan oleh Dewan
Pengurus Provinsi.
(4)
Dewan Pengurus Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai denga
ketetapan Musyawarah Provinsi
Pasal
25
Penasehat
Kabupaten /Kota /Kotamadya
(1)
Penasehat Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari Bupati/Walikota/Walikotamadya
dan Wakil Bupati /Wakil Walikota/Wakil Walikotamadya.
(2) Penasehat Kabupaten/Kota/Kotamadya bertugas dan berwenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XI
PENGURUS DAN PENASEHAT KECAMATAN/DISTRIK
Pasal
26
Pengurus
Kecamatan/Distrik
(1)
Pengurus Kecamatan/Distrik terdiri dari:
1.
Seorang Ketua;
2. Seorang Wakil Ketua; 3. Seorang Sekretaris; 4. Seorang Bendahara.
(2)
Pengurus Kecamatan/Distrik merupakan kepengurusan kolektif.
(3)
Pengurus Kecamatan ditetapkan oleh Musyawarah Kecamatan/Distrik dan disahkan
oleh Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya
(4)
Pengurus Kecamatan/Distrik bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai
dengan ketetapan Musyawarah Kecamatan/Distrik
(5)
Apabila Ketua KORPRI Kecamatan/Distrik bukan dijabat oleh Camat, maka Camat
menjadi Penasehat Kecamatan/Distrik
Pasal
27
Penasehat
Kecamatan /Distrik
(1)
Penasehat Kecamatan/Distrik adalah Camat.
(2)
Penasehat Kecamatan/Distrik bertugas dan ber-wenang memberikan nasehat,
saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak
diminta.
BAB XII
PENGURUS DAN PENASEHAT DESA/KELURAHAN
Pasal
28
(1)
Pengurus Desa/Kelurahan terdiri dari:
1.
Seorang Ketua;
2. Seorang Sekretaris; 3. Seorang Bendahara.
(2)
Pengurus Desa/Kelurahan merupakan kepengurus-an kolektif.
(3)
Pengurus Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Rapat Pengurus Desa/Kelurahan dan
disahkan oleh De-wan Pengurus Kecamatan.
(4)
Pengurus Desa/Kelurahan bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan
ketetapan Rapat Pengurus Desa/Kelurahan.
Pasal
29
Penasehat
Desa /Kelurahan
(1)
Penasehat Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/ Lurah;
(2)
Penasehat Desa/Kelurahan bertugas memberikan nasehat dan saran baik diminta
maupun tidak diminta.
BAB XIII
PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT DAN SUB UNIT NASIONAL
Pasal
30
(1)
Pengurus Unit Nasional terdiri dari:
1. Seorang Ketua; 2. Beberapa Wakil Ketua; 3. Seorang Sekretaris; 4. Seorang Wakil Sekretaris; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara; 7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2)
Pengurus Unit Nasinal merupakan kepengurusan kolektif.
(3)
Pengurus Unit Nasional ditetapkan oleh Musyawarah Unit Nasional yang disahkan
oleh Dewan Pengurus Nasional.
(4)
Pengums Unit Nasional bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai ketetapan
Musyawarah Unit Nasional.
Pasal
31
Penasehat
Unit Nasional
(1)
Penasehat Unit Nasional adalah Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) atau Pimpinan dari instansi masing-masing.
(2)
Penasehat Unit Nasional bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran
baik diminta maupun tidak diminta.
Pasal
32
Pengurus
Sub Unit Nasional
(1)
Susunan Pengurus Sub Unit Nasional terdiri dari
1. Seorang Ketua; 2. Seorang Wakil Ketua; 3. Seorang Sekretaris; 4. Seorang Wakil Sekretaris; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara; 7. Beberapa Ketua Seksi sesuai dengan kebutuhan.
(2)
Pengurus Sub Unit Nasional merupakan kepeng-urusan kolektif.
(3)
Pengurus Sub Unit Nasional ditetapkan oleh Musyawarah Sub Unit Nasional dan
disahkan oleh Pengurus Unit Nasional.
(4)
Pengurus Sub Unit Nasional bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai
dengan rapat Sub Unit Nasional.
Pasal
33
(1)
Penasehat Sub Unit Nasional adalah pimpinan dari instansi masing-masing.
(2)
Penasehat Sub Unit Nasional bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan
saran baik diminta maupun tidak diminta.
Pasal
34
Pengurus
kelompok
(1)
Susunan Pengurus Kelompok Nasional terdiri dari:
1. Seorang Ketua; 2. Seorang Sekretaris; 3. Seorang Bendahara.
(2)
Pengurus Kelompok Nasional merupakan ke-pengurusan kolektif.
(3)
Pengurus Kelompok Nasional ditetapkan oleh Rapat Kelompok Nasional dan
disahkan oleh Pengurus Sub Unit Nasional.
(4)
Pengurus Kelompon Nasional bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai
dengan ketetapan Rapat Kelompok Nasional.
BAB XIV
PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT PROVINSI
Pasal
35
Pengurus
Unit provinsi
(l)
Susunan Pengurus Unit Provinsi terdiri dari:
1. Seorang Ketua; 2. Seorang Wakil Ketua; 3. Seorang Sekretaris; 4. Seorang Wakil Sekretaris; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara 7. Beberapa Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2)
Pengurus Unit Provinsi merupakan kepengurusan kolektif.
(3)
Pengurus Unit Provinsi ditetapkan oleh Musyawarah Unit Provinsi dan Disahkan
Dewan Pengurus Provinsi.
(4)
Pengurus Unit Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan
ketetapan Musyawarah Unit Provinsi.
(5) Di
Provinsi dapat dibentuk Unit Gabungan yang terdiri dari beberapa Kantor/Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen dan atau LPND.
Pasal
36
Penasehat
Unit Provinsi
(1)
Penasehat Unit Provinsi adalah pimpinan instansi masing-masing.
(2)
Penasehat Unit Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran
baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XV
PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT KABUPATEN/KOTA/KOTAMADYA
Pasal
37
Pengurus
Unit kabupaten /Kota / Kotamadya
(1)
Susunan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari:
1. Seorang Ketua; 2. Seorang Wakil Ketua; 3. Seorang Sekretaris; 4. Seorang Wakil Sekretaris; 5. Seorang Bendahara; 6. Seorang Wakil Bendahara; 7. Beberapa Ketua Seksi sesuai dengan kebutuhan.
(2)
Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya merupakan kepengurusan kolektif.
(3)
Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya ditetapkan oleh Musyawarah Unit
Kabupaten /Kota/Kotamadya yang bersangkutan
(4)
Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya bertu-gas melaksanakan tugas
organisasi sesuai dengan ketetpan Musyawarah Unit Kabupaten/Kota /Kotamadya.
(5) Di
Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dibentuk Unit Gabungan yang terdiri dari
beberapa Kantor/UPT Departemen dan atau LPND
Pasal
38
Penasehat
Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya
(1)
Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya adalah pimpinan instansi
masing-masing.
(2)
Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya bertu-gas dan berwenang memberikan
nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XVI
MUSYAWARAH DAN RAPAT KERJA
Pasal
39
(1)
Musyawarah terdiri dari:
1. Musyawarah Nasional disingkat MUNAS; 2. Musyawarah Pimpinan disingkat MUSPIM; 3. Musyawarah Provinsi disingkat MUSPROV; 4. Musyawarah Kabupaten disingkat MUSKAB, 5. Musyawarah Kota disingkat MUSKOT; Musyawarah Kotamadya disingkat MUSKODYA; 6. Musyawarah Kecamatan disingkat MUSCAM, Musyawarah Distrik disingkat MUDIS; 7. Musyawarah Unit disingkat MUSNIT.
(2)
Rapat kerja terdiri dari:
1. Rapat Kerja Nasional disingkat RAKERNAS 2. Rapat Kerja Provinsi disingkat RAKERPROV; 3. Rapat Kerja Kabupaten disingkat RAKERKAB, 4. Rapat Kerja Kota disingkat RAKERKOT; 5. Rapat Kerja Kotamadya disingkat RAKER KODYA; 6. Rapat Kerja Kecamatan disingkat RAKERCAM, 7. Rapat Kerja Distrik disingkat RAKERDIS; 8. Rapat Kerja Unit Nasional disingkat RAKERNITNAS; 9. Rapat Kerja Unit Provinsi disingkat RAKERNIT PROV; 10. Rapat Kerja Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya disingkat RAKERNITKAB/ KOT /KODYA.
(3)
Selain musyawarah sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dimungkinkan adanya
Musyawarah Luar Biasa sesuai dengan tingkatannya.
(4)
Ketentuan mengenai musyawarah dan rapat kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
40
Musyawarah
Nasional
(1)
Musyawaran Nasional atau MUNAS merupakan pemegang kedaulatan dan pelaksana
kekuasaaan tertinggi organisasi.
(2)
MUNAS diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Utusan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(3)
MUNAS berwenang:
1. Menetapkan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI; 2. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Nasional; 3. Menetapkan Program Umum Organisasi; 4. Memilih Pengurus Nasional;' 5. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlu-kan; 6. Menetapkan Jati Diri, Kode Etik, Panji, Lambang, Lagu dan Atribut KORPRI.
(4)
Dalam keadaan luar biasa MUNAS dapat dipercepat atas permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Unit Nasional dan 2/3 dari jumlah Dewan
Pengurus Provinsi.
(5)
MUNAS Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila :
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi; 2. Adanya suatu keadaan yang dihadapi oleh organisasi yang mengharuskan perlunya perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
(6)
Kewenangan MUNAS Luar Biasa sama dengan MUNAS.
(7)
Penundaan MUNAS
: 1. MUNAS dapat ditunda paling lama 1 (satu) tahun atas permintaan Musyawarah Pimpinan; 2. Apabila setelah ditunda selama 1 (satu) tahun ternyata tidak dapat dilaksanakan MUNAS maka setelah kesepakatan sekurang- kurangnya 2/3 dari seluruh Dewan Pengurus Nasional dibentuk caretaker dengan tugas melaksanakan MUNAS.
Pasal
41
Musyawarah
Pimpinan
(1)
Musyawarah Pimpinan adalah kekuasaan tertinggi yang dilaksanakan antara 2 (dua)
Musyawarah Nasional.
(2)
Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh :
1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Utusan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi.
(3)
Musyawarah Pimpinan dipimpin oleh Ketua Umum.
(4)
Musyawarah Pimpinan dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah
MUNAS.
(5)
Musyawarah Pimpinan berwenang untuk :
1. Menilai, bermusyawarah, dan mensahkan laporan Dewan Pengurus Nasional antara 2 (dua) Musyawarah Nasional; 2. Menilai, mengembangkan, dan menyempurna-kan pelaksanaan Program Umum Organisasi.
Pasal
42
Musyawarah
Unit Nasional
(1)
Musyawarah Unit Nasional dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh
:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional yang bersangkutan; 4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional.
(2)
Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Unit dapat dipercepat atas permintaan
sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah Sub Unit Nasional dan 2/3 dari jumlah
Kelompok Unit Nasional yang bersangkutan.
(3)
Musyawarah Unit Nasional berwenang untuk :
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan; 2. Menetapkan Program Kerja Unit Nasional yang bersangkutan; 3. Memilih dan menetapkan Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan; 4. Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan.
(4)
Musyawarah Unit Nasional Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi. 2. Ketua Unit Nasional berhenti/diberhentikan didasarkan aturan di dalam ART.
(5)
Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit.
Pasal
43
Musyawarah
Provinsi
(1)
Musyawarah Provinsi dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersang kutan; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan
(2)
Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Provinsi dapat dipercepat atas permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya
dan 2/3 dari jumlah Unit Provinsi yang bersangkutan
(3)
Musyawarah Provinsi berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi yang bersang-kutan; 3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
(4)
Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat dilaksana-kan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi; 2. Ketua Unit Nasional berhenti/diberhentikan didasarkan aturan di dalam ART.
(5)
Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit.
Pasal
44
Musyawarah
Provinsi
(1)
Musyawarah Provinsi dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersangkutan; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan
(2)
Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Provinsi dapat dipercepat atas permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya
dan 2/3 dari jumlah Unit Provinsi yang bersangkutan.
(3)
Musyawarah Provinsi berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasiyang bersang-kutan; 3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
(4)
Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat dilaksana-kan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi; 2. Ketua Dewan Pengurus Provinsi berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
(5)
Kewenangan Musyawarah Provinsi Luar Biasa sama dengan Musyawarah Provinsi.
Pasal
44
(l)
Musayawarah Kabupaten/Kota/otamadya dilak-sanakan 5 (lima) tahun sekali dan
dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi; 2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/otamadya yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan; 4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan
(2)
Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dipercepat
atas perminta-an sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Kecamatan /Distrik dan
2/3 dari jumlah Unit kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan.
(3)
Musyawarah Kabupaten/Kota/ Kotamadya berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kbupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan; 2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi yang bersangkutan; 3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadyayang bersangkutan; 4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
(4)
Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi; 2. Ketua Dewan Pengurus Provinsi berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
(5)
Kewenangan Musyawarah Kabupaten/Kota/ Kotamadya Luar Biasa sama dengan
Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya
Pasal
45
Musyawarah
Kecamatan /Distrik
(l)
Musayawarah Kecamatan/Distrik dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri
oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan; 2. Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Desa/ kelurahan yang bersangkutan.
(2)
Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Kecamatan/ Distrik dapat dipercepat atas
permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Desa/Kecamatan yang
bersangkutan.
(3)
Musyawarah Kecamatan/Distrik berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan; 2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi; 3. Memilih dan menetapkan Pengurus Kecamat-an/Distrik yang bersangkutan; 4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlu-kan.
(4)
Musyawarah Kecamatan/Distrik Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi; 2. Ketua Pengurus Kecamatan/Distrik berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
(5)
Kewenangan Musyawarah Kecamatan/Distrik Luar Biasa sama dengan Musyawarah
Kecamatan/ Distrik.
Pasal
46
Rapat
Kerja Nasional
(1)
Rapat Kerja Nasional adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam
rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program
organisasi. (2) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh :
1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Utusan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(3)
Rapat Kerja Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4)
Rapat Kerja Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
(5)
Rapat Kerja Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pimpinan
Nasional untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal
47
(1)
Rapat Kerja Unit Nasional adalah forum evaluasi dan informasi dalam rangka
mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi.
(2)
Rapat Kerja Unit Nasional dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional yang bersangkutan; 4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional yang bersangkutan.
(3)
Rapat Kerja Unit Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4)
Rapat Kerja Unit Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
(5)
Rapat Kerja Unit Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pirnpinan
Unit Nasional untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi
organisasi.
Pasal
48
Rapat
Kerja Provinsi
(1)
Rapat Kerja Provinsi adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam
rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program
organisasi.
(2)
Rapat Kerja Provinsi dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasipnal; 2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersang kutan; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan.
(3)
Rapat Kerja Provinsi dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4)
Rapat Kerja Provinsi dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Provinsi.
(5)
Rapat Kerja Provinsi berwenang memberikan rekomendasi kepada Gubernur selaku
penasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal
49
Rapat
Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya
(1)
Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya adalah forum evaluasi, konsultasi dan
informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan
program operasional di Kabupaten/Kota/Kotamadya.
(2)
Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan; 2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan; 4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan.
(3)
Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua)
tahun.
(4)
Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus
Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan. Rapat Kerja
Kabupaten/Kota/Kotamadya berwenang memberikan rekomendasi kepada
Bupati/Walikota/Walikotamadya selakupenasehat untuk melakukan langkah-langkah
yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal
50
Rapat
Kerja Kecamatan/Distrik
(l)
Rapat Kerja Kecamatan/Distrik adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi
dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program
operasional ditingkat Kecamatan/ Distrik.
(2)
Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan; 2. Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan; 3. Utusan Pengurus Unit Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
(3)
Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4)
Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dipimpin oleh Ketua Pengurus Kecamatan/Distrik.
(5)
Rapat Kerja Kecamatan/Distrik berwenang memberikan rekomendasi kepada Camat
selaku penasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi
BAB XVII
KEUANGAN
Pasal
51
(1)
Keuangan diperoleh dari:
1. Iuran Angggota; 2. Bantuan Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah; 3. Sumbangan yang tidak mengikat; 4. Usaha-usaha lain yang sah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XVIII
LAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal
52
Laporan
(1)
Setiap jenjang kepengurusan KORPRI berkewajiban untuk menyusun laporan atas
pelaksanaan tugasnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l)
disampaikan kepada Pengurus satu tingkat di atasnya setiap satu tahun sekali.
Pasal
53
Pertanggung
jawaban
(l)
Setiap jenjang kepengurusan KORPRI berkewajib-an menyusun laporan
perrtanggungjawaban (LPJ) atas pelaksanaan tugasnya pada akhir masa jabatan
kepengurusannya.
(2)
Laporan sebagaimana tersebut ayat (1) disampai-kan dalam musyawarah pada
jenjang masing-masing
BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal
54
(1) Bagi
Unit BUMN/BHMN/BUMD dan anak perusahaannya serta Komponen PNS pada instansi
TNI/POLRI yang memerlukan pengaturan organi-sasi tersendiri sebagai
kelengkapan untuk memenuhi peraturan perundangan dapat menyusun peraturan
organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar KORPRI dan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Bagi
Provinsi yang mempunyai undang-undang khusus dapat menggunakan nomenklatur
khusus sesuai peraturan perundangan.
BAB XX
PENUTUP
Pasal
55
Hal-hal
yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.
Ditetapkan
di : Jakarta
Padatanggal
: 30 November 2004
PIMPINAN
MUSYAWARAH NASIONAL VI
KORPRI
TAHUN 2004
Ketua,
Ttd
Prof.DR
ERMAYA SURADINATA, Drs,SH,MS
(DPP KORPRI)
Wakil
Ketua,
Sekretaris,
Ttd
Ttd
DR. IR.
INDRA DJATI SIDI
ACHMAD SUGIONO P.
(UNIT
KORPRI DEP. DIKNAS)
(DPD KORPRI PROP. JABAR)
Anggota,
Anggota,
Ttd
Ttd
SEMAN
WIDJOJO
Drs. H.P. KAISIEPO, MM)
(UNIT
KORPRI DEP. DAGRI)
(DPC KORPRI KAB. MERAUKE)
Anggota,
Anggota,
Ttd
Ttd
H.SYAIFULTETENG
H. BADRUZZAMAN ISMAIL,SH, M.Hum
(DPD
KORPRI PROP.
KALTIM)
(DPC KORPRI KOTA BANDA ACEH)
ANGGARAN RUMAH TANGGA
KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal I
Anggota
KORPRI
Anggota
KORPRI terdiri dari:
(1)
Anggota KORPRI terdiri dari:
1. Pegawai Negeri Sipil 2. Pegawai BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya; 3. Perangkat Pemerintahan Desa atau nama lain dari desa.
(2)
Anggota Luar Biasa, yaitu para Pensiunan Pegawai Negeri Sipil Republik
Indonesia, BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya.
(3)
Anggota Kehormatan, yaitu seseorang yang berjasa kepada organisasi KORPRI dan
dipilin secara selektif serta ditetapkan oleh Pengurus Pleno.
Pasal
2
Tatacara
Menjadi Anggota KORPRI
(1)
Anggota KORPRI sebagaimana tersebut pada Pasal 1 ayat (1) huruf a, b, dan c
menganut Stelsel Pasif;
(2)
Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (2) menganut Stelsel
Aktif;
(3)
Stelsel Pasif sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang bersangkutan menjadi
anggota KORPRI secara langsung sejak diangkat sebagai PNS, Pegawai BUMN,
BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya dan perangkat Pemerintahan Desa;
(4)
Stelsel Aktif sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah yang bersangkutan menjadi
anggota KORPRI dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus
masing-masing jenjang.
BAB II
TATACARA PEMBENTUKAN DAN KEWENANGAN DEWAN PENGURUS
Pasal
13
(1)
Kepengurusan dipilih dalam musyawarah sesuai jenjang organisasi;
(2)
Dewan Pengurus yang terpilih, disahkan dengan dikukuhkan dan dilantik oleh
Dewan Pengurus 1 (satu) tingkat di atasnya;
(3)
Pengurus Unit dan Sub Unit yang terpilih, disahkan dengan dikukuhkan dan
dilantik oleh Pengurus l(satu) tingkat di atasnya.
Pasal
4
Kewenangan
Dewan Pengurus
(1)
Mewakili organisasi dalam pelaksanaan tugas baik di dalam maupun di luar
sidang pengadilan;
(2)
Mengelola aset-aset yang dimiliki oleh KORPRI sesuai dengan jenjang
kepengurusannya;
(3)
Dalam pelaksanaan ayat (1) tersebut diwakili oleh 2 (dua) orang pimpinan
yaitu unsur Ketua dan unsur Sekretaris.
BAB III
MUSYAWARAH
Pasal
5
(1)
Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari:
1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Dewan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(2)
Peserta Musyawarah Pimpinan terdiri dari: 1. Dewan Pengurus Nasional; 2.
Utusan Dewan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi.
(3)
Peserta Musyawarah Unit Nasional terdiri dari: 1. Utusan Dewan Pengurus
Nasional; 2. Pengurus Unit Nasional 3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional; 4.
Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional.
(4)
Peserta Musyawarah Provinsi terdiri dari:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Dewan Pengurus Provinsi; 3. Utusan Pengurus Sub Unit Provinsi 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota/ Kotamadya.
(5)
Peserta Musyawarah Kabutaten/Kota/ Kotamadya terdiri dari:
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi; 2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 3. Utusan Pengurus Sub Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya; 4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik.
(6)
Peserta Musyawarah Kecamatan/Distrik dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya; 2. Pengurus Kecamatan/Distrik; 3. Utusan Pengurus Desa/Kelurahan.
Pasal
6
Musyawarah
Luar Biasa
(1)
Musyawarah Luar Biasa dapat dilakukan pada semua tingkatan organisasi.
(2)
Musyawarah Luar Biasa sewbagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.
(3)
Musyawarah Luar Biasa diselenggarakan oleh suatu panitia Musyawarah Luar
Biasa yang dibentuk khusus untuk Musyawarah Luar Biasa.
Pasal
7
Hak
Suara Dalam Musywarah nasional
(1) Yang
mempunyai hak suara adalah :
1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Utusan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(2)
Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasinal 20 (dua puluh) suara; 2. Utusan Pengurus Unit Nasional 3 (tiga) suara; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi 3 (tiga) suara; 4. Utusan Dewan Pengurus Kabutpaten/Kota/ Kotamadya 1 (satu) suara.
Pasal
8
Hak
Suara Dalam Musyawarah Pimpinan Setiap peserta Musyawarah Pimpinan mempunyai
hak suara yang sama.
Pasal
9
Hak
Suara Dalam Musyawarah Unit Nasional
(1) Yang
mempunyai hak suara adalah :
1. Pengurus Unit Nasional; 2. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional; 3. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional
(3)
Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Pengurus Unit Nasional 10 (sepuluh) suara; 2. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional 2 (dua) suara; 3. Utusan Pengurus Kelompok Nasional 1 (satu) suara.
Pasal
10
Hak
Suara Dalam Musyawarah Provinsi
(1) Yang
mempunyai hak suara adalah :
1. Pengurus Dewan Provinsi; 2. Utusan Pengurus Unit Provinsi 3. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(4)
Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi 10 (sepuluh) suara; 2. Utusan Pengurus Unit Provinsi 2 (dua) suara; 3. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 1 (satu) suara.
Pasal
11
Hak
Suara Dalam Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya
(1) Yang
mempunyai hak suara adalah :
1. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya; 2. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya; 3. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik.
(5)
Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 5 (lima) suara; 2. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya i(satu) suara; 3. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik 1 (satu) suara.
Pasal
12
Hak
Suara Dalam Musyawarah Kecamatan/Distrik
(1) Yang
mempunyai hak suara adalah:
1. Pengurus Kecamatan/Distrik; 2. Utusan Pengurus Desa/Kecamatan.
(2)
Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik 3 (tiga)suara; 2. Utusan Pengurus Desa/Kelurahan 1 (satu) suara.
BAB IV
SAHNYA MUSYAWARAH
Pasal
13
(1)
Musyawarah Nasional, Musyawarah Pimpinan, Musyawarah Unit Nasional,
Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya, dan Musyawarah
Kecamatan/Distrik dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3
jumlah peserta yang berhak hadir dan mempunyai hak suara dalam musyawarah
tersebut.
(2) Apabila
jumlah peserta musyawarah tidak memenuhi ayat (1) suara sah diambil oleh
2/3jumlah peserta yang hadir yang mempunyai hak suara.
(3)
Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga untuk
Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkatan.
Pasal
14
Kuorum
(1)
Musyawarah Nasional, Musawarah Pimpinan, Musyawarah Unit Nasional, Musyawarah
Kabupaten/Kota/Kotamadya, dan Musyawarah Kecamatan/Distrik dinyatakan
memenuhi kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 jumlah peserta yang
berhak hadir dan mempunyai hak suara.
(2)
Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) berlaku juga untuk Musyawarah Luar
Biasa di setiap tingkat
Pasal
15
Pengambilan
Keputusan
(1)
Keputusan Musyawarah diambil dengan musyawarah dan mufakat.
(2)
Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ridak
dicapai, dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak dari peserta yang
hadir dan mempunyai hak suara.
BAB V
PERSYARATAN DAN LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN PENGURUS
Pasal
16
Persyaratan
Jabatan Pengurus
(1) Syarat
untuk dapat menjadi Pengurus KORPRI pada semua tingkatan adalah anggota
KORPRI.
(2)
Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haras memenuhi hal-hal
sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan, komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap periuangan KORPRI; 2. Telah mengabdikan dirinya bagi kepentingan KORPRI.
Pasal
17
Larangan
Perangkapan Jabatan Pengurus Pengurus KORPRI pada semua tingkatan dilarang
merangkap jabatan dalam dan antar kepengurusan KORPRI. *
BAB VI
KELENGKAPAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
Pasal
18
KELENGKAPAN
ORGANISASI
(1)
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas pada semua tingkatan kepengurusan dapat
dibentuk kelengkapan organisasi sesuai kebutuhan masing-masing dan ditetapkan
dengan peraturan organisasi.
(2)
Kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain :
1. Sekretariat Jenderal pada tingkat Dewan Pengurus Nasional dipimpin oleh yang Sekretaris Jenderal; 2. Sekretariat pada semua tingkatan kepengurusan dipimpin oleh Sekreraris.
(3)
Ketentuan mengenai kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi
Pasal
19
Tata
Kerja
Pembagian
Tugas dan Tata Kerja diatur dengan Petunjuk Operasional Organisasi.
BAB VII
TINDAKAN DISIPLIN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal
20
Sanksi
Pelanggaran Disiplin Pelanggaran disiplin dikenakan kepada Anggota Pengurus
berupa sanksi:
1. Peringatan (lisan atau tertulis); 2. Skorsing; 3. Pemberhentian tidak dengan hormat.
(1)
Sanksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dikenakan setelah memperoleh pertimbangan
Penasehat dan Hasil Rapat Pengurus pada semua tingkatan.
Pasal
21
Peringatan
Peringatan lisan maupun tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan terhadap Anggota Pengurus yang:
1. Melakukan pelanggaran terhadap kode etik; 2. Terbukti melalaikan tugas; 3. Menyalahgunakan wewenang atau rnilik organisasi; 4. Mencemarkan nama baik/citra organisasi; 5. Melakukan perbuatan tercela sehingga merendah-kan martabat pribadi, keluarga, dan atau organisasi.
Pasal
22
Pembelaan
Diri
(1)
Anggota Pengurus yang terkena sanksi, berhak untuk melakukan pembelaan diri
secara lisan atau tertulis melalui Rapat Pimpinan masing-masing tingkatan
paling lambat 14 (empat belas) hari sejak sanksi dikenakan.
(2)
Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengambil keputusan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pembelaan diri dilakukan.
Pasal
23
Skorsing
(1)
Skorsing dikenakan terhadap Pengurus yang telah diperingatkan baik secara
lisan maupun tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut.
(2)
Skorsing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengurus untuk
semua tingkatan masing-masing berdasarkan keputusan rapat yang diadakan
khusus untuk itu.
Pasal
24
Pemberhentian
Anggota
Pengurus diberhentikan dengan hormat karena:
1. Permintaan sendiri; 2. Meninggal dunia; 3. Pensiun dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan menjadi anggota; 4. Pelanggaran disiplin.
Pasal
25
Pemberhentian
tidak dengan hormat
(1)
Pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap Anfggota Pengurus apabila
telah mendapatkan sanksi peringatan maupun skorsing sebagaimana dimaksud
Pasal 21 dan Pasal 23.
(2)
Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Anggota Pengurus dilakukan oleh
Pengurus dilakukan oleh Pengurus satu tingkat di atasnya atras usul Pengurus yang
bersangkutan.
BAB VIII
PENGGANTI PENGURUS ANTAR WAKTU
Pasal
26
(1)
Pengganti Pengurus Antar Waktu adalah tindakan pengisian kekosongan jabatan
pengurus organisasi dikarenakan salah seorang anggota Pengurus berhenti.
(2)
Pengisian kekosaongan jabatan pengurus organisasi dapat dilakukan dengan
mengangkat calon dari pengurus yang sudah ada dengan mempertimbangkan
kemmapuan.
(3)
ZPengisian kekosongan jabatan pengurus organsasi dilakukan oleh Pengurus yang
bersangkutan dan disahkan Pengurus satu tingkat diatasnya.
BAB IX
PENGELOLAAN KEUANGAN
Pasal
27
Iuran
Anggota
(1)
Besaran iuran anggota ditentukan berdasarkan hasil musyawarah oleh pengurus
nasional atau oleh pengurus pada tiap tingkatan
(2)
Pengalokasian dan penggunaan iuran angota pada tiap tingkat kepengurusan
ditetapkan melalui musyawarah tingkat masing-masing.
(3)
Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pengalokasian dan
penggunaansebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan untuk mendapat
persetujuan pengurus satu tingkat di atasnya.
(4)
Pertanggungjawaban iuran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dalam musyawarah tiap tingkatan untuk mendapat pengesahan.
Pasal
28
Bantuan
dan Pemanfaatan
(1)
KORPRI dapat menerima bantuan dari Pemerintah/Pemerintah Daerah dan atau
sumbangan dari pihak yang tidak mengikat.
(2)
Setiap bantuan dan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
diterima, wajib dicatat dan dipertangungjawabkan sesuai peraturan organisasi.
(3)
Dalam hal bantuan itu bersifat pinjaman, pengelolaan dan
pertanggungjawabannya dilakukan sesuai peraturan perundangan.
(4)
Bantuan dan sumbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (3)
dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi.
BAB X
BADAN USAHA DAN YAYASAN
Pasal
29
(1)
Semua Badan Usaha, Yayasan, barang tidak bergerak berupa tanah dan bangunan,
serta semua peralatan kantor yang ada dan dikuasai scara sah oleh sah oleh
pengurus pada saat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini disahkan,
menjadi hak milik dan kekayaan organisasi KORPRI pada tiap tingkat
kepengurusan.
(2)
Kepengurusan Badan Usaha dan Yayasan ditunjuk, diangkat dan diberhentikan
oleh Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya.
(3)
Kepengurusan Badan Usaha yang sudah dibentuk sebelum ketentuan ini agar
menyesuaikan.
(4)
Kepengurusan Badan Usaha dan Yayasan yang ada sebelum perubahan AD/ART ini
disahkan tetap berjalan sampai masa jabatannya berakhir.
Pasal
30
(1)
Semua Badan Usaha dan Yayasan wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan
sistem akuntansi yang ditetapkan oleh Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya.
(2) Pada
setiap akhir tahun anggaran, Badan Usaha dan Yayasan wajib membuat laporan
keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku umum, paling lambat tiga bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran sebelumnya;
(3)
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diaudit oleg
uaditor independen paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
sebelumnya berakhir dan kemudian disampaikan kepada Pengurus KORPRI sesuai
tingkatannya untuk selanjutnya dipertanggung-jawabkan kepada anggota.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal
31
(l)
Dalam hal Dewan Pengurus pada suatu tingkatan tidak berfungsi secara efektif
sebagaimana mestinya, baik karena hal yang bersifat teknis maupun
administratif serta sebab-sebab lainnya, Dewan Pengurus setingkat diatasnya
wajib mengambil tindakan tertentu untuk menyelamat-kan kepentingan
organisasi.
(2)
Tindakan Dewan Pengurus setingkat di atasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(l) dilakukan dengan keputusan Dewan Pengurus pada tiap tingkatan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
32
(1)
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, diatur lebih
lanjut dalam Petunjuk Operasional Organisasi.
(2)
Tugas dan Fungsi Sekretariat pada tiap tingkatan diatur dalam Struktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), oleh Dewan Pengurus Nasional.
(3)
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh dan dalam Musyawarah
Nasional (MUNAS).
(4)
Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan
di Jakarta
Pada
tanggal : 30 November 2004
PIMPINAN
MUSYAWARAN NASIONAL VI KORPRI
TAHUN2004
Ketua,
Ttd
Prof.DR.
ERMAYA SURADINATA, Drs, SH, MS
(DPP
KORPRI)
Wakil
Ketua,
Sekretaris,
Ttd
Ttd
DR.IRINDRADJATISIDI
ACHMAD SUGIONO P
(UNIT
KORPRI DIKNAS) (DPPKORPRI
PROP.JABAR)
Anggota
Anggota
Ttd
Ttd
SEMAN
WIDJOJO
Drs. H.P.KAISIEPO, MM
(UNIT
KORPRI DEPDAGRI) (DPC
KORPRI KAB. MERAUKE)
Anggota
Anggota
Ttd Ttd
H.SYAIFUL
TETENG
H.BADRUZZAMAN ISMAIL, SH, M.Hum
(DPD
KORPRI PROP.KALTIM) (DPC KORPRI KOTA
BANDA ACEH)
|
O.
PENGHARGAAN
DAN SANKSI PNS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar